HeadlineLensa Terkini

Putri Tak Ditahan Karena Kemanusiaan, ICJR Desak Revisi KUHAP

Keputusan Polri untuk tidak menahan Putri Candrawathi dengan alasan kemanusiaan dan karena memiliki balita, memantik kemarahan publik yang tak setuju dengan hal tersebut.

Pasalnya, Putri telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam pembunuhan Brigadir J. Juga, keputusan tersebut dinilai tak adil bagi narapidana perempuan lainnya, yang harus membawa bayi mereka ke tahanan atau meninggalkan balitanya untuk proses hukum yang harus dijalani.

Melihat ketimpangan hukum ini, Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Eramus Napitupulu, kemudian mendesak agar dilakukan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Menurutnya, penahanan tersangka berbasis gender memang perlu dipetimbangkan dengan sejumlah aspek, seperti beban pengasuhan perempuan tersebut, apakah dalam kondisi hamil atau tidak, dan sebagainya.

Perbedaan penindakan kasus perempuan lain dengan Putri, dinilai oleh Eramus, berasal dari KUHAP yang dinilai cacat. Salah satunya adalah bahwa keputusan penahanan seharusnya pun melibatkan pertimbangan hakim. Padahal Putri pun belum dihadapkan kepada hakim atau pejabat lain yang memiliki kewenangan kehakiman.

“Sehingga KUHAP harus direvisi memastikan adanya peran hakim pemeriksa pendahuluan yang bertugas sa;ah satunya menguji kebutuhan untuk menahan/tidak secara akuntabel, tidak hanya pertimbangan penyidik semata,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip pada Sabtu (3/9).

Kemudian, seharusnya dalam hal penahanan tersangka pidana, tim penyidik atau penegak hukum mampu menjelaskan secara rinci, syarat-syarat diharuskannya penahanan terhadap tersangka. Menurutnya, penahanan tersangka tidak bisa serta merta dilakukan hanya dengan alasan sekedar narasi belaka atau hal yang bersifat abstrak.

“Jika kita lihat surat perintah penahanan, maka uraian alasan penahanan tidak pernah dijabarkan secara rinci dan kasuisti, hanya narasi copy paste yang diulang-ulang,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Eramus pun menilai, bahwa KUHAP seharusnya juga menyertakan pertimbangan HAM dan gender di dalam aturannya, seperti tersangka adalah seorang ibu, perempuan hamil, atau lansia.

“Kita harusnya bisa sepakan bahwa KUHAP sudah tak lagi mendukung sistem peradilan pidana yang akuntabel, salah satunya dalam hukum tentang penahanan yang bisa sangat tidak konsisten diterapkan oleh aparat penegak hukum utamanya penyidik,” tutupnya. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *