Lensa Jogja

Ketiban Kutomoro, Warga Patuk Gelar Tradisi Nyadran Leluhur

Nyadran atau ziarah ke makam leluhur, telah menjadi sebuah tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat jawa, baik di desa maupun perkotaan. Tradisi ini masih berjalan sampai saat ini, salah satunya di kampung dipoyudan, patuk, ngampilan, kota Yogyakarta.

Saat sore menjelang, puluhan warga dan jajaran pemerintah desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, berkumpul di jalan yang menghubungkan ke areal makam leluhur. Mereka tampak nyentrik, mengenakan beraneka ragam busana.

Mulai dari pakaian muslim hingga pakaian adat, sambil membawa sejumlah ubo rampe berisi makanan, serta ketan kolak apem, panganan khas di bulan ruwah, untuk kemudian diarak menuju lokasi ziarah.

Mereka berjalan dengan iring-iringan pasukan bergodo stabelan, diiringi tabuhan gendering, serta alunan seruling dan terompet menuju gapura pintu masuk kampung, menjemput pembawa kuthomoro.

Arak-arakan warga perlahan bertolak menuju areal pemakaman. Iringan kirab kuthomoro ini, dipimpin oleh sejumlah anak-anak berpakaian ala penari, sembari menebarkan udik-udik atau bunga di sepanjang jalan yang dilalui. Hal ini, bermakna sebagai simbol harapan menebar keberkahan bagi warga.

Kuthomoro sendiri merupakan sarana pelengkap ziarah ke makam kagungan dalem, yang dikirim langsung dari keraton Yogyakarta. Kuthomoro berisi ubarampe yang terdiri dari lisah konyoh (minyak wangi), ratus (serbuk kayu cendana) dan yatra tindih (uang untuk membeli bunga).

Seluruh ubarampe yang dikirim tersebut, berbau wangi, simbol dari maksud untuk memuliakan, mengharumkan, dan menjunjung tinggi nama baik leluhur yang sudah tiada.

Kampung Dipoyudan, menjadi salah satu wilayah yang memperoleh kuthomoro. Hal itu tak terlepas dari keberadaan petilasan makam Kyai Jlomprong, yang memiliki nilai historis cukup tinggi bagi keraton Yogyakarta.

Bagi warga Dipoyudan, tradisi ini dipandang penting untuk tetap diuri-uri, sebagai salah satu sikap hidup jawa untuk selalu mengingat dan memuliakan leluhur, yang merupakan kekayaan dari budaya jawa yang istimewa.

Sesampainya di lokasi makam, prosesi nyadran pun dimulai. Warga memanjatkan doa untuk arwah leluhur, dipimpin oleh abdi dalem kawedanan pengulon.

Usai upacara umbul doa selesai, seluruh warga dan tamu undangan yang hadir bersama-sama menyantap hidangan jenang gempol, yang konon merupakan makanan kesukaan Ki Dipojodo. Tak ketinggalan, sajian ketan kolak apem sebagai pelengkap tradisi ruwahan.

Bagi masyarakat kampung dipoyudan, tradisi ini memiliki kedudukan yang penting layaknya lebaran. Tak jarang, warga perantauan menyempatkan pulang kampung ketika tradisi  ini digelar. (JACK/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *