Lensa Terkini

Perjuangan Transpuan di Masa Pandemi – ‘76 Tahun Merdeka, Masih Sulit Mengakses Fasilitas Kesehatan’

Pandemi, Membuat Jenny Berinovasi – ‘Titik Balik Berhenti Mengamen’

Dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang berlarut, Mami Rully juga memperjuangkan keberlangsungan teman-teman Transpuan untuk ke depannya. Dia lantas mengajukan proposal bantuan ke lembaga sosial untuk Transpuan yang memiliki kegiatan usaha.

“Ada 2 proposal tembus di lembaga sosial, dan kami langsung melakukan asessment terhadap kawan-kawan yang masih survive melakukan kegiatan usaha. Ada sekitar 20 Transpuan, kami seleksi dan salah satunya Jenny yang kini memiliki usaha menjahit,” ungkap Mami Rully.

Jenny, Transpuan Penjahit

Dari 20 Transpuan yang terdaftar sebagai pelaku usaha, hanya 16 yang mendapatkan modal usaha masing-masing sebesar 4 juta rupiah untuk stimulan. Jenny salah satu Volunteer Kebaya yang mendapatkan bantuan modal, memilih berhenti menjadi pengamen dan mewujudkan mimpi menjadi penjahit pada tahun 2020 awal semenjak pandemi melanda.

“Titik temu keluar dari ngamen itu tahun 2019, ketika ada kegiatan sekolah paramega, saya mendapat kesempatan belajar untuk mengasah ketrampilan. Dan di bulan Juli tahun 2020 baru mendapat pelatihan. Di sela itu saya bekerja menjadi volunteer,” tutur Jenny saat ditemui di tempat tinggalnya, di kawasan Maguwoharjo.

Alasan Jenny berhenti mengamen adalah resikonya yang dirasa berat. Seperti mendapatkan perlakuan bullying, baik dari warga setempat maupun petugas penertiban. Bahkan dia mengaku sempat disiram air saat mengamen.

“Awal mulanya karena capek diperlakukan tidak baik, kemudian kepikiran menjahit. Hal ini membuat pola pikir kita menjadi semakin baik, dan dengan menjahit bisa untuk bekal tua nanti,” imbuhnya.

Kondisi pandemi yang membuat teman-teman Transpuannya tak lagi dapat bekerja karena pembatasan PPKM, salon banyak tutup karena tidak ada orang menggelar pernikahan dan banyaknya teman Transpuan meninggal, menjadikan Jenny memilih untuk berinovasi.

“Kalau ngamen saya dapat Rp300.000-Rp400.000 sehari, kalau usaha jahit belum tentu perbulan dapat 1 juta, tapi tetap semangat, yang penting masih cukup bayar kost dan makan. Yang terpenting adalah, mungkin pendapatan saya berkurang, tapi secara pola pikir saya bertambah,” pungkasnya.

*Artikel ini merupakan hasil kolaborasi liputan www.tirto.id, Tribun Jogja dan www.lensa44.com

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *