Lensa Terkini

Perjuangan Transpuan di Masa Pandemi – ‘76 Tahun Merdeka, Masih Sulit Mengakses Fasilitas Kesehatan’

Dampak pandemi Covid-19 dirasakan di seluruh masyarakat Indonesia, kelompok Transpuan menjadi salah satu paling rentan. Selain kehilangan pekerjaan dan minimnya akses kesehatan dan bantuan, mereka juga lebih rentan tertular Virus Corona.

Endang sama sekali tidak memiliki uang, seorang Transpuan berusia 55 tahun yang tinggal di kawasan Jalan Laksda Adisucipto, sementara dia harus menghadiri pernikahan adiknya yang paling kecil setidaknya bisa mengirimkan uang untuk menyumbang. Dia mengkisahkan sejak PPKM, Endang terpaksa tidak ngamen dan hanya bisa berdiam diri di kost menunggu bantuan.

Endang, Transpuan berusia 55th

“PPKM benar-benar off gak ngamen sama sekali, karena aturan ya ikuti saja. Gak punya uang, ya menunggu bantuan datang saja, sempat bantu ke dapur umum untuk masakin temen-temen,” tutur Endang dengan nada berat dan sedih.

Endang tidak sendirian, nasib serupa dialami oleh teman-teman Transpuan lainnya yang tinggal satu komplek kost dengannya, ada sekitar 7 orang Transpuan di kawasan Jalan Laksda Adisucipto Yogyakarta. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai pengamen dan perias di salon.

Melihat situasi teman-teman sesama Transpuan, Volunteer Komunitas Transpuan sekaligus Pengurus Yayasan Kebaya yang akrab disapa Mami Rully (61) langsung mendata jumlah Transpuan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdampak. Ada sekitar 280 orang Transpuan yang tersebar di seluruh kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, bahkan sebagian sudah lansia. Dia lantas mendirikan dapur umum darurat dan membagikan makanan siap saji bagi teman-teman Transpuan lainnya.

“Saat itu anak-anak tidak bisa bekerja, tidak punya uang, tidak ada beras, ya akhirnya saya tergerak membuat dapur umum, mengumpulkan amunisi, termasuk mengajak Mbak Endang untuk membantu memasak dan membagikan ke teman-teman,” tuturnya saat ditemui di Rumah Singgah Yayasan Kebaya Yogyakarta, bersama tim liputan kolaborasi (Tirto dan Tribun jogja).

Tepatnya pada bulan Juni 2020, terdapat 9 dapur umum yang didirikan teman-teman Transpuan, meliputi Komunitas Seruni di Sleman, Gowongan, Badran, Tarakan Lor Sekretariat Wilayah, Bantul, Sidomulyo dan Kulonprogo.

Mami Rully, Volunteer Komunitas Transpuan sekaligus Pengurus Yayasan Kebaya

Bertahan selama 6 bulan untuk membantu teman-teman bertahan hidup, namun tak hanya sekedar bertahan untuk makan, Mami Rully menceritakan banyak teman Transpuan meninggal dunia di masa pandemi Covid-19.

“Ada situasi di mana kawan-kawan Transpuan banyak yang sakit saat itu, jadi kami prioritaskan yang sakit dan kekurangan bahan makanan. Bahkan yang meninggal kami urus pemakaman sampai Blitar dan Kebumen,” kata dia.

Sebanyak 11 teman-teman Transpuan meninggal, yang memprihatinkan mereka meninggal bukan karena terpapar Covid-19, tetapi karena kesulitan secara ekonomi sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan makanan serta vitamin.

“Situasi di mana-mana memang sulit mengakses, karena saat itu IGD semua penuh. Jadi ada di bulan Agustus, karena kebetulan itu momen hari kemerdekaan ada kegelisahan di hati saya, mengapa kita sudah 76 tahun merdeka, kita sama sekali aksesnya belum tuntas juga. Masih sulit mengakses berbagai fasilitas karena kendala identitas,” ungkapnya.

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *