Lensa Terkini

Iran Kaji Ulang Aturan Wajib Hijab, Susul Wacana Pembubaran Polisi Moral

Iran akhirnya mengkaji ulang aturan wajib hijab bagi perempuan yang memicu gelombang demonstrasi besar-besaran dua bulan belakangan ini.

Melansir dari AFP, Senin (5/12), Jaksa Agung Iran Mohammad Jafar Montazeri mengatakan bahwa parlemen dan kehakiman Iran sedang meninjau undang- undang wajib jilbab di negara itu.

“Parlemen dan kehakiman sedang mengkaji [aturan itu],” ujar Jaksa Agung Iran, Mohammad Jafar Montazeri.

Namun, Montazeri tak menjabarkan lebih lanjut bagian mana dari hukum itu yang kemungkinan dapat diubah.

Menurut outlet pro-reformasi Entekhab, Montazeri juga mengatakan polisi moralitas Iran yang ditakuti telah dihapuskan. Tetapi, pernyataan Montazeri itu dibantah oleh media pemerintah Iran, yang menyebut bahwa Kementerian Dalam Negeri mengawasi pasukan, bukan peradilan.

Sebagaimana dilansir kantor berita ISNA, Montazeri hanya mengatakan bahwa tim pengkajian ulang itu sudah bertemu pada Rabu lalu dan hasilnya dapat dilihat dalam satu atau dua pekan ke depan.

Sementra itu, Presiden Iran, Ebrahim Raisi, menegaskan bahwa landasan Islam sebenarnya sudah mengakar dalam konstitusi Iran.

“Namun, ada metode-metode penerapan konstitusi yang bisa fleksibel,” kata Raisi.

Mengenakan jilbab di depan umum diberlakukan wajib bagi perempuan di Iran di bawah hukum Islam yang ketat setelah revolusi 1979. Pengawasan kewajiban berjilbab ini diawasi oleh polisi moralitas negara.

Sudah beberapa kali muncul usulan dan protes mengenai aturan ketat ini dan belakangan mulai muncul desakan untuk menghapuskan aturan ketat tersebut. Namun hingga kini, isu tersebut masih menjadi perdebatan yang sensitif.

Kaum konservatif menganggap bahwa aturan tersebut harus tetap ditegakkan. Sementara kubu reformis, justru ingin keputusan untuk pemakaian hijab berada di tangan individu.

Di tengah perdebatan ini, kepolisian Iran tetap terus menahan perempuan-perempuan yang kedapatan tak mematuhi aturan ketat soal hijab ini, termasuk Mahsa Amini, wanita berumur 22 tahun yang meninggal dalam tahanan polisi moral.

Kematian Amini inilah yang memicu gelombang protes besar-besaran di Iran. Tak hanya memprotes kematian Amini, para pengunjuk rasa juga menyuarakan penolakan atas aturan-aturan yang mengekang perempuan.

Para demonstran mempertanyakan akuntabilitas dan impunitas yang dinikmati elite ulama di negara tersebut. Seruan mereka juga meluas hingga menuntut keadilan, transparansi, hingga isu-isu kebebasan berekspresi.

Tak hanya di dalam negeri, protes juga menjalar ke luar negeri, seperti kala Piala Dunia 2022 digelar di Qatar. Para pemain tim nasional Iran menunjukkan protes mereka dengan menolak menyanyikan lagu kebangsaan di laga pembuka ajang olahraga bergengsi itu.

Tak hanya itu, di sekitar arena Piala Dunia, para warga Iran juga berunjuk rasa sembari membawa foto Amini. (SC/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *