Lensa Terkini

ICW Sentil Sejumlah Perusahaan Sawit, Ada Apa Dengan Kelangkaan Minyak Goreng?

Kelangkaan minyak goreng di Indonesia masih terjadi hingga saat ini. Meski pemerintah telah mengeluarkan deretan kebijakan untuk mengatasinya, namun hingga Maret 2022 kelangkaan minyak masih menjadi  masalah utama di Indonesia.

Sejak permasalahan minyak goreng muncul, pemerintah telah mengeluarkan tiga kebijakan dalam waktu berdekatan.

Kebijakan tersebut antara lain, mengatur subsidi minyak goreng menggunakan dana perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Sawit, dan Domestic Market Obligation (DMO) atau kewajiban perusahaan untuk memasok produksi bagi pasar dalam negeri.

Dilansir dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Selasa (22/3), fenomena kelangkaan ini diduga berkaitan dengan deretan aturan-aturan tersebut, yang kemudian dianggap menguntungkan  sejumlah pihak, dalam hal ini adalah pemilik perusahaan sawit.

Adapun sejumlah korporasi yang tergabung dalam grup besar perusahaan sawit, di antaranya Wilmar Group, Sinar Mas Group, Apical Group, First Resources, dan Musim Mas Group. Terdapat juga perusahaan yang tergabung dalam Jhonlin Group, yang dikenal sebagai perusahaan batubara.

ICW mengungkapkan, bahwa Sinar Mas Group pernah disebut-sebut bertanggungjawab atas kebakaran hutan untuk pembukaan lahan perkebunan. Perusahaan yang bertanggungjawab tersebut diduga tergabung dalam Sinar Mas Group melalui Asia Pulp & Paper (APP).

Kemudian Wilmar Grup, namanya sempat masuk menjadi daftar perusahaan yang diselidiki oleg kepolisian dan kementerian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK). Selain itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menemukan Wilmar Group paling banyak membakar hutan. Dua eksekutif Wilmar juga pernah dihukum dalam kasus insider trading.

Tak hanya data dari WALHI, Greenpeace Indonesia juga menyebut bahwa Apicoal Group turut campur tangan dalam tindakan perusakan hutan dan lahan. Perusahaan ini disebut berafiliasi dengan Sukanto Tanoto, tokoh yang pernah tersandung kasus perpajakan.

Kemudian ada pula Jholin Group, perusahaan yang disebut terkoneksi dengan konglomerat Haji Isam. PT Jhonlin Agro Jaya adalah perusahaan Jhonlin Group yang memproduksi CPO menjadi Biodiesel. Perusahaan ini juga disebut pernah tersangkut kasus suap pajak.

Berkaitan dengan sejumlah perusahaan sawit ini, ICW menduga bahwa terdapat beberapa peraturan yang hanya menguntungkan korporasi sawit. Di antaranya adalah Pertama, mensubsidi minyak goreng kemasan dengan dana perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Kedua, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang kemudian diubah menjadi Permendag Nomor 3 Tahun 2022, dan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Sawit.

Pemerintah juga membuat kebijakan Program Mandatori Biodiesel 30% (B30) dan diatur melalui Peraturan Menteri ESDM No.32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga BBN sebagai bahan bakar. Tetapi program tersebut mendorong pengusaha untuk mengalihkan produksi CPO dari industri pangan ke biodiesel, sehingga timbul masalah dalam produksi minyak goreng.

Pada tahun 2020, insentif bagi pengusaha mencapai Rp28,09 triliun. Pada tahun 2021, besaran melonjak hingga Rp51,95 triliun Sedikitnya 27 korporasi telah menerima insentif tersebut dan berpotensi bertambah di masa yang akan datang. (LH/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *