Headline

Wakil Ketua MPR: Pembangunan dan Perkembangan Ekonomi SBY Lebih Baik dari Jokowi

Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan, membandingkan kinerja pembangunan era Presiden Jokowi dengan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurutnya, pembangunan infrastruktur era Jokowi bertaut sangat jauh daripada keberhasilan pembangungan di era SBY dan bahkan era Presiden Soeharto.

“Faktanya, Presiden Soeharto mampu membangun jalan sepanjang 374.196 km, kemudian Presiden SBY adalah 144.825 km, jauh lebih panjang ketimbang Presiden Jokowi yang hanya mampu membangun  jalan pendek sekali 32.492 km,” kata Syarief dalam keterangannya, dikutip dari situs resmi MPR RI, Jumat (22/4).

Bukan hanya soal pembangunan, Syarief juga menyinggung soal pertumbuhan ekonomi di antara tiga presiden tersebut. Menurutnya, Soeharto di masa silam, pertumbuhan ekonominya mencapai 7%, dan era SBY mencapai rata-rata 6%. Sementara Jokowi saat ini, disebut bahwa perkembangan ekonomi di masa pemerintahannya, bahkan tidak mencapai 5%.

“Pada APBN-P 2014, Presiden SBY mengalokasikan subsidi energi sebesar Rp350,3 T dan non-energi Rp52,7 T. Sementara era Jokowi, pada APBN 2022, subsidi energi hanya dianggarkan Rp134 T dan non-energi Rp72,9 T. Ini bukti era SBY negara jauh lebih berpihak dan melindungi rakyatnya,” terangnya soal alokasi APBN.

Selain itu, perbandingan lain juga terkait pendapatan per kapita. Syarief menilai, pertumbuhan pendapatan di masa Jokowi berjalan sangat lambat, yakni hanya naik sebesar US$ 818.5  dari US$ 3531 pada 2015 menjadi  US$ 4349,5  pada 2021.

Presentase tersebut, berbeda dengan era SBY yang mampu mencapai US$ 3531, dari yang 10 tahun sebelumnya hanya US $ 1181,6, artinya pendapatan per kapita era SBY berhasil naik sebesar US$ 2349.4.

Lebih lanjut, berbicara soal utang negara, yang justru bertambah menumpuk di era Jokowi saat ini. Padahal, di era SBY silam, pemerintahannya mampu menurunkan rasio utang terhadap PDB dari 56,5% pada 2004 menjadi 24,7% pada 2014, dan bahkan sanggup melunasi utang ke IMF.

Sementara itu, Jokowi di masa kepemimpinannya yang ke-7 tahun ini, justru mencatat utang sebanyak Rp7014 triliun atau 40,17% PDB pada 2022.

Tak hanya itu, Syarief juga menyentil beberapa aspek lain, seperti angka pengangguran dan angka kemiskinan di antara dua presiden tersebut.

Angka pengangguran di era SBY sudah berhasil diturunkan menjadi 5,94% dari yang sebelumnya sebesar 11,26%. Namun, di era Jokowi justru naik lagi menjadi 7,07% pada 2020 dan 6,6% 2021.

Sementara angka kemiskinan di era SBY, juga berhasil ditekan hingga 10,96% dari yang sebelumnya 16,69%. Sedangkan di era Jokowi, kemiskinan mampu diturunkan hanya sebesar 1,25% dan masih menyisakan angka kemiskinan sebesar 9,71%.

Atas segala perbandingan itu, kata Syarief, ia mendorong Presiden Jokowi dan jajaran menterinya, agar fokus menyelesaikan permasalahan sosial tersebut, di sisa pemerintahannya yang masih 2 tahun.

“Presiden Jokowi dan pembantu-pembantunya masih memiliki waktu agar dapat agar fokus bekerja mengentaskan persoalan pokok dan mendasar rakyat, seperti kenaikan harga sembako, indeks demokrasi yang menurun, penegakan hukum yang terkesan tebang pilih, serta utang negara yang semakin membengkak. Masih ada waktu untuk memperbaiki kualitas ekonomi, pengelolaan utang, sosial, dan politik kebangsaan yang bergejolak ini. Sungguh kasihan bagi rakyat dan pemerintahan berikutnya yang akan mewarisi segudang persoalan,” jelasnya. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *