Miris, Jumlah Tentara Anak di Afrika Meningkat Pesat
UNICEF melaporkan bahwa anak-anak yang berada di negara-negara Afrika Barat dan Tengah rentan direkrut oleh kelompok bersenjata. Tidak hanya itu, mereka juga rentan menjadi korban kekerasan seksual.
Pada tahun ini, rekrutmen tentara anak naik setidaknya lima kali lipat. Jumlah tersebut lebih tinggi dari empat kasus yang didokumentasikan tahun sebelumnya.
Selama lima tahun terakhir, konflik di kawasan tersebut meningkat dengan pesat. Sebanyak lebih dari 21 ribu anak-anak telah direkrut pasukan pemerintah serta kelompok bersenjata. Mirisnya, semenjak tahun 2016, lebih dari 2.200 anak menjadi korban kekerasan seksual.
Di laporan tersebut, UNICEF juga menambahkan lebih dari 3.500 anak-anak diculik. Kondisi itu membuat kawasan Afrika Barat dan Tengah menjadi kawasan dengan angka penculikan tertinggi kedua di dunia.
“Tren dan jumlahnya sangat mengkhawatirkan bagi generasi saat ini dan masa depan,” ujar Marie-Pierre Poirier, Direktur kawasan Afrika Barat dan Tengah UNICEF, pada Selasa (23/11), mengutip Associated Press.
“Kami tidak hanya melihat berulangnya pelanggaran berat pada anak-anak yang dilakukan pihak-pihak yang berkonflik di seluruh Afrika Barat dan Tengah tapi juga lonjakan selama lima tahun terakhir, dengan kenaikan sebesar 50 persen pada total jumlah pelanggaran berat yang berhasil diverifikasi,” tambahnya.
PBB telah membentuk sistem untuk memantau dan melaporkan pelanggaran berat terhadap anak-anak sejak tahun 2015 silam, seperti memaksa mereka menjadi tentara, menculik, memperkosa, dan menyerang sekolah dan rumah sakit. Satu dari empat pelanggaran berat dilakukan di Afrika Barat dan Tengah.
Di negara-negara yang dilanda perang seperti Burkina Faso, Republik Afrika Tengah, Kamerun, Chad, Kongo, Mali, Mauritania, dan Niger kekerasan telah menimbulkan konsekuensi kemanusiaan yang sangat buruk pada anak-anak dan masyarakat. Situasi tersebut pun diperparah dengan pandemi COVID-19. Lebih dari 57 juta anak-anak membutuhkan bantuan kemanusiaan. (DY)
