Lensa Jogja

Epik, Difabel Tunanetra Suguhkan Pementasan Teater di Taman Budaya Yogyakarta

Sejumlah aktor aktris penyandang tunanetra di Yogyakarta berhasil mementaskan lakon drama Surat dari Desa. Drama ini berkisah tentang seorang penyandang difabel netra yang menjalani pembauran pendidikan di sekolah umum.

Berlokasi di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta pada Rabu (3/5) lalu, penyandang tunanetra dengan bangga mempersembahkan sebuah pertunjukan Teater Braille Yogyakarta selama kurang lebih 35 menit.

Adapun gelaran Teater Braille ini digagas dan disutradarai langsung oleh Yuda Wira Jaya, yang kebetulan juga seorang difabel netra. Selain sebagai sutradara, Yuda juga didapuk sebagai aktor utama.

Dalam keterangannya, Yuda mengungkapkan bahwa awal mula terbentuknya teater ini yakni dari drama radio, karena itu, pentas panggung merupakan sebuah tantangan baru bagi mereka.

Meski awalnya sempat ragu, kata Yuda, setelah beberapa kali latihan justru memunculkan potensi pemainnya yang selama ini belum tergali.

Maksud dari braille sendiri merupakan sebuah huruf atau simbol bagi teman-teman difabel netra. Yuda sengaja memberi nama tersebut agar semakin identik dengan teman-teman tunanetra.

Pagelaran Teater Braille ini juga dibantu oleh penulis naskah bernama Wildan Havtin Razan serta supervisor Teater Braille Jujuk Prabowo. Mereka membawakan karya teater yang berjudul Surat dari Desa, yang berdurasi kurang lebih 45 menit.

Sedangkan peran lainnya dimainkan oleh Miftakul Choirul Ilmi, Sigit Aris, Gilang Riski Indrayana, Dzukhrufafu Aida, Samiasih, Suratmi, Sujoko, Dita Yudha dan Siti Marfuah.

Dalam ceritanya tersebut, mengisahkan seorang difabel netra yang berasal dari desa yang mencoba mencari peruntungan di kota besar setelah lulus sekolah.

Melalui gelaran tersebut, Yuda selaku sutradara ingin mengedukasi semua pihak bahwa aksesibilitas terhadap ruang-ruang difabel netra harus ditingkatkan.

Sementara itu, supervisor Teater Braille, Jujuk Prabowo, mengutarakan bahwa dalam menangani pementasan Teater Braile artinya bukan sekedar melakukan pengarahan blocking. Namun juga meliputi faktor lain, seperti bagaimana cara memberikan metode berjalan, maupun cara mengamati suara dari arah mana akan datang kepada para pemain tersebut .

Jujuk menambahkan, dalam suatu teater harus sesuai teori. Tetapi di sini, kata dia, pihaknya justru meminta untuk melahirkan hal-hal baru yang belum pernah ada dalam pementasan sebelumnya. (OR/L44)

Share

One thought on “Epik, Difabel Tunanetra Suguhkan Pementasan Teater di Taman Budaya Yogyakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *