Lensa Sinema

Di Ambang Kematian! Ini Dia Review-nya

Sudah banyak film horor Indonesia yang menceritakan tentang pesugihan. Namun, film Di Ambang Kematian ini dikemas dengan konsep drama keluarga yang terasa berbeda. Diceritakan, keluarga Bapak Suyatmo ini selalu merayakan tahun baru bersama keluarga sebagai perayaan terbesar. Naasnya setelah tragedi meninggalnya sang ibu, hari saat pergantian tahun menjadi hari yang mengerikan bagi mereka semua.

Ada banyak penilaian dalam menilai film horor dan salah satunya adalah melalui pembangunan suasana horor itu sendiri. Trik horor apa yang digunakan serta apakah trik-trik tersebut terlihat alami ataukah terasa dipaksakan. Cara kemunculan trik-trik tersebut memengaruhi bagus atau tidaknya sebuah film horor. Termasuk Di Ambang Kematian, bangunan horornya secara terang-terangan mengandalkan beragam macam penampakan, di samping scoring atau efek suara mengejutkan, adegan-adegan berdarah juga penyiksaan diri sendiri, serta teror-teror.

Bicara soal aspek suara atau musik juga beberapa kali muncul dengan berlebihan pada segmen-segmen awal film. Misalnya, setiap kali Di Ambang Kematian menampilkan keterangan lompatan waktu di layar, tidak harus membarengi munculnya keterangan tersebut dengan hentakkan satu kali lewat suara yang keras. Bukannya mengejutkan penonton, tapi malah justru menganggu.

Di Ambang Kematian pun seakan ingin mengemas alur ceritanya agar penuh misteri pada segmen-segmen awal, dan baru mulai ke bagian akhir. Namun, pada saat yang sama cara ini menimbulkan ketidakpuasan terhadap bagian awal cerita. Rasa tenang atas pembukaan satu per satu informasi baru diperoleh ketika cerita telah berjalan setengah ketika berbagai pertanyaan sudah memenuhi benak penonton.

Adegan-adegan bergelimang darah Di Ambang Kematian ternyata cukup berhasil menciptakan ketidaknyamanan. Cara-cara penyiksaan yang hampir tak lazim, contohnya penyiksaan diri terakhir salah satu tokoh.

Dari segi teknis Di Ambang Kematian cukup berhasil mendatangkan keseraman dan serangkaian teror, tetapi luput untuk memanusiakan salah satu tokohnya. Sejak permulaan cerita, film ini cenderung menggambarkan tokoh-tokohnya sekedar hidup untuk menunggu giliran mati.

Penulis: Dewi Rindiyani Putri

Editor/redaktur: Rizky / Wara

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *