HeadlineLensa JogjaLensa Terkini

BMKG Minta Petani Kulon Progo Waspadai Kemarau Panjang

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) minta petani di Kabupaten Kulon Progo untuk waspada dalam menghadapi perubahan iklim hingga kemarau panjang.

Di kesempatan yang sama, BMKG juga menjelaskan dan minta agar petani Kulon Progo lebih cermat dalam menentukan pola tanam. Petani tak lagi bisa menggunakan pola titen, karena perubahan iklim yang dinamis.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyampaikan para petani kini harus bersiap menghadapi pergantian musim dari penghujan menuju kemarau.

Dwikorita menyarankan agar petani perlu menyikapi secara serius terhadap perubahan kondisi cuaca saat ini, terutama dalam merencanakan pola tanam pangan.

Perencanaan tersebut bisa mengacu pada prakiraan cuaca yang diterbitkan oleh BMKG. Wilayah Kulon Progo diprediksi masih akan diguyur hujan hingga April 2024 mendatang, yang curahnya mencapai 200 milimeter (mm) dalam sebulan.

Namun saat memasuki bulan Mei, Dwikorita memperkirakan curah hujan akan turun drastis menjadi sekitar 100 milimeter per bulan. Pada masa inilah diperkirakan musim kemarau sudah tiba.

“Bulan Maret ini masih ada hujan, sampai 300mm dalam sebulan hingga April. Tapi mulai Mei hujannya mulai drop hanya 100 mm dalam sebulan. Itu awal dari kemarau,” kata Dwikorita.

“Sehingga kan bisa menghitung tanam harus berapa lama, harus dimulai kapan, mitigasi harus bagaimana kalau Mei belum panen. Hujan masih ada tapi jauh berkurang. Ini kan yang tahu ahlinya. Ahli pertanian bisa memberi penyuluhan bagaimana,” lanjutnya.

Perencanaan Tepat untuk Memulai Masa Tanam

Petani perlu melakukan perencanaan detail dari kapan mulai menanam hingga berapa lama masa tanamnya. Termasuk menentukan jenis tanaman pangan yang tepat. Musim kemarau di Kulon Progo bisa berlangsung hingga Oktober 2024, setelahnya musim penghujan akan kembali datang.

“Jadi biar tetap menghasilkan produk tanaman yang penting untuk menjaga kestabilan harga. Tapi jenisnya yang sesuai dengan kondisi kalau hujannya seperti itu jenis tanaman yang tepat apa. Kalau harus padi, padinya yang seperti apa dan kapan harus mulai tanam,” ungkapnya.

Sementara itu, Triyono, Sekda Kulon Progo menyatakan ilmu titen yang biasanya digunakan petani saat ini sudah sulit diterapkan, karena cuaca saat ini begitu dinamis sehingga perubahannya terkadang sulit diprediksi.

“Ilmu titen dari simbah-simbah kita dari orang tua kita sudah mulai agak kacau. Nah sebenarnya sekolah lapangan iklim ini menjadi salah satu solusi. Menurut saya agar para petani membaca cuaca, membaca suhu, membaca curah hujan. Sehingga bisa kemudian merencanakan kapan mulai menanam, apa yang akan ditanam itu menjadi penting bagi petani,” jelas Triyono.

“Dan tak kalah pentingnya menurut saya para penyuluh pertanian ini juga harus cepat tanggap memberikan informasi kepada petani. Kemudian terhadap kondisi iklim yang para petani hadapi. Kemudian mereka sesuai dengan anjuran dinas pertanian kemudian patuh, kepada perubahan iklim ini menurut saya,” sambungnya.

Dengan kondisi cuaca yang tak menentu, dikhawatirkan akan berdampak pada produktivitas petani dan akan berimbas pada melambungnya harga beras seperti yang terjadi saat ini.

Penulis: Tim Liputan

Editor/redaktur: Rizky/Wara

Baca : https://lensa44.com/dampak-kemarau-panjang-sekolah-kekurangan-air/

Share