Headline

Beda Klarifikasi Menaker Ida dan Keterangan Fadli Zon Soal JHT

Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jaminan Hari Tua, sampai saat ini masih menjadi perdebatan berbagai kalangan. Penolakan dari serikat buruh dan masyarakat luas pun, belum mendapat jawaban.

Namun, kendati tak memberikan jawaban yang diinginkan, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah akhirnya memberikan penjelasaannya terkait aturan yang diterbitkannya sendiri.

Ida mengatakan, bahwa Permenaker tersebut ditetapkan dengan telah melalui kesepakatan bersama sejumlah ‘stakeholder’ dan perwakilan pemerintah, dalam hal ini Komisi IX DPR RI.

Berbagai pihak yang dimaksud Ida terlibat dalam penetapan permenaker ini, adalah perwakilan institusi dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Direksi BPJS Ketenagakerjaan, Pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), dan Pengurus Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).

Diketahui, mereka merumuskan Permenaker ini pada Rapat Dengar Pendapat Kemnaker bersama Komisi IX DPR RI pada 28 September 2021 lalu.

“Dalam rapat tersebut, Komisi IX mendesak Kemnaker untuk meningkatkan manfaat Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja informal serta mengharmonisasikan regulasi jaminan sosial terutama regulasi antara klaim program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Program Jaminan Pensiun (JP),” kata Ida, seperti dikutip dari situs resmi Kemnaker.

Sementara itu, lain Menaker lain pula keterangan dari politikus Fadli Zon. Melalui utas di akun twitter pribadinya, Jumat (18/2), ia menyebut bahwa Kemnaker tidak melibatkan DPR dalam penentuan ini, dan terkesan terburu-buru.

“Kebijakan ini dirumuskan Pemerintah tanpa konsultasi publik terlebih dahulu dgn ‘stakeholder’ terkait, terutama kaum buruh serta Komisi IX DPR RI. Proses perumusannya saja sudah tidak ‘fair’ dan tak terbuka, bagaimana isinya bisa ‘fair’ jika begitu?!” tulisnya, dikutip pada Sabtu (19/2).

Fadli Zon melanjutkan, bahwa penetapan Permenaker ini sangat patut dicurigai, sebab diterbitkan di tengah krisis pandemi, yang sudah jelas setiap negara mengalami kerugian.

“Menghadapi situasi tsb, bisa dipastikan telah terjadi kenaikan klaim terhadap dana JHT. Kasus ini sebenarnya bukan khas Indonesia. Semua negara jg mengalami hal serupa, di mana klaim terhadap asuransi ketenagakerjaan telah meningkat krn situasi pandemi,” jelasnya.

Menurutnya, kenaikan klaim JHT karena pandemi inilah, yang kemudian menekan anggaran BPJS Ketenagakerjaan, sehingga pemerintah merasa perlu memutar mekanisme berbalik jadi menekan para buruh. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *