HeadlineLensa Terkini

Soal Tuntutan 12 Tahun JPU ke Eliezer, Kejagung Akhirnya Buka Suara

Kejaksaan Agung RI mengaku merasa tersudutkan atas pemberitaan media sosial, terkait Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang melayangkan tuntutan 12 tahun penjara kepada Richard Eliezer sebagai terdakwa kasus pembunuhan berencana.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM PIDUM), Fadil Zumhana, dalam konferensi persnya pada Kamis (19/1), menjelaskan bahwa tuntutan yang diajukan oleh JPU merupakan wewenang mereka sebagai jaksa.

Kendati begitu, ia memastikan bahwa tuntutan itu dibuat bukan dengan asal atau tanpa pertimbangan. Melainkan juga berdasar pada hukum dan persyaratan meliputi pelaku, korban, peran masing-masing para terdakwa, latar belakang para terdakwa, rasa keadilan yang berkembang di masyarakat, serta kesamaan niat dan perbedaan peran dari masing-masing para terdakwa.

“Kami sangat menghargai berbagai komentar dan rasa empati terhadap korban, keluarga korban, dan para terdakwa yang selama ini berkembang di masyarakat, baik pro maupun kontra terhadap surat tuntutan Penuntut Umum,” kata Fadil, dikutip pada Jumat (20/1).

Fadil menerangkan, perbedaan tuntutan masing-masing terdakwa juga dibuat bukan tanpa alasan.

Ferdy Sambo, sebagai dalang kasus pembunuhan ini, dituntut dengan hukuman penjara seumur hidup karena memerintahkan Eliezer untuk menghabisi nyawa ajudannya, yakni Brigadir J.

Kemudian Richard Eliezer sebagai eksekutor, dituntut 12 tahun karena terbukti telah menembak Brigadir J hingga kehilangan nyawanya.

Sementara tiga terdakwa lainnya, hanya dituntut 8 tahun penjara lantaran mereka tak secara langsung terlibat dalam tragedi perampasan nyawa itu. Bahkan meski mereka terlibat dalam perencanaan dan tidak mencegah tragedi itu.

Tuntutan yang berat itu dinilai tak sesuai dengan peran Eliezer sebagai justice collaborator, yang menurut LPSK sebagai pengawalnya, seharusnya kliennya mendapat keringanan tuntutan.

Menjawab itu, Fadil pun menjelaskan bahwa peran JC yang dipunyai Elizer tak merujuk pada pasal 28 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal tersebut, dikatakan tak menaungi JC atas kasus pembunuhan berencana.

“Juga sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 antara lain tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir,” tambahnya.

Meski berusaha menyampaikan ulasan dan rujukan hukum dalam kasus ini, Fadil menyebut bahwa kasus pembunuhan Brigadir J tidak akan berhenti hanya di sidang tuntutan, melainkan masih memiliki proses yang panjang.

Bahkan, menurutnya, kasus ini dimungkinkan sampai di meja Mahkamah Agung.

“Bahwa proses persidangan terkait dengan kasus tersebut masih berjalan, dan kemungkinan akan sampai pada upaya-upaya hukum ke tingkat Mahkamah Agung. Untuk itu, agar segenap masyarakat dan media menunggu bagian akhir dari putusan perkara dimaksud sehingga tidak menimbulkan polemik di masyarakat,” terangnya. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *