Lensa Terkini

Rating Rendah Tak Sesuai Ekspetasi? Berikut Review Film KKN di Desa Penari

Viralnya utas twitter yang ditulis oleh akun @SimpleMan berjudul KKN di Desa Penari pada 2019 lalu, mendapat euforia yang luar biasa dari masyarakat, saat cerita tersebut diangkat menjadi sebuah film.

Bahkan, setelah ditunda penayangannya beberapa kali, tak menyurutkan semangat pecinta film horor, untuk menonton perjalanan mahasiswa KKN yang penuh ‘kejutan’ itu. Namun sayangnya, ekspetasi tak sesuai realita. Film garapan rumah produksi MD Pictures itu, tak serta merta menjawab penasaran publik dengan kepuasan yang sesuai porsinya.

Bahkan, dalam data Internet Movie Database (IMDB), film ini hanya mendapat rating 6.3 saja. Tentu saja menjadi pertanyaan besar, ada apa dengan film ini? Sehingga mendapat rating yang rendah.

Film KKN di Desa Penari diperankan oleh Aghniny Haque (Ayu), Tissa Biani (Nur), Aulia Sarah (Badarawuhi), Ahmad Megantara (Bima), Adinda Thomas (Widya), dan Fajar Nugra (Wahyu).

Berikut review kekurangan dan kelebihan film KKN di Desa Penari yang tayang 30 April 2022 lalu.

Kekurangan: Pengenalan karakter dan tokoh

Kurangnya pengenalan karakter dalam film ini, atau penghubung antar bagian cerita yang kurang halus, sehingga penuturan kisah-kisah yang mestinya menegangkan, menjadi tidak tersampaikan dengan mulus.

Awi Suryadi sebagai sutradara, juga sepertinya kurang mengeksplorasi tempat dan suasana yang menakutkan dan sebenarnya sudah on point. Hal itu, mungkin karena penonton lainnya yang sudah punya imajinasi masing-masing soal lokasi kejadian dari membaca kisahnya di Twitter.

Ada banyak peluang yang sebenarnya bisa didramatisir, tapi justru tidak dipilih oleh Awi. Entah karena keputusannya sendiri untuk mengikuti detailnya, atau karena hal lain.

Kelebihan: (1) Menggunakan dua sudut pandang yang berbeda

Adapun kelebihan film KKN di Desa Penari, tetap mengikuti sumber aslinya yang viral yaitu dengan menggunakan sudut pandang 2 orang, yaitu Nur dan Widya. Dua sudut pandang ini memberikan keunggulan sendiri karena memberikan penonton detail untuk setiap anggota KKN yang terlibat di dalamnya

Film dibuka dengan menampilkan sosok misterius yang hanya dilihat kepada Nur. Kejanggalan-kejanggalan, kemudian beruntun dialami oleh 6 mahasiswa di desa tersebut.

Contoh scene dua sudut pandang adalah adegan Widya melihat Nur menari di tengah malam. Namun, di sudut pandang Nur justru Widya lah yang menari. Hal tersebut yang menjadi poin menarik untuk di tonton.

Kelebihan: (2) Sinematik yang detail dan sosok gaib unik

Sebagaimana SimpleMan menulis di Twitter, kisah ini mengangkat makhluk gaib yang lekat dengan kehidupan masyarakat dan kental dengan ritual pedesaan Indonesia, khususnya pada daerah tersebut.

Hal tersebut, juga menjadi kelebihan film ini dan berbeda dengan film horor Indonesia pada umumnya, yang hanya menunjukkan makhluk halus yang seram dan adegan sadis thriller berdarah.

Film ini justru tak memerlukan adegan demikian, untuk bisa menyentuh bulu kuduk penonton. Mulai dari transisi kamera, visual desa, dan film ini juga menyajikan perubahan mulus, seperti  pagi ke malam serta gerakan penari, menjadikan film ini punya cerita tersendiri saat ditonton.

Konflik masalah yang sudah dibaca, dan 90% sesuai dengan gambaran kita saat membaca tread di Twitter. Suasana seram menjadi tersusun rapi tidak dipaksakan menyeramkan untuk menakuti penonton. Jumpscares yang ditanyangkan juga sudah membuat bulu kuduk berdiri.

Untuk sahabat lensa yang belum nonton, yuk sama-sama ke bioskop dan ramaikan perfilman Indonesia. (LH/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *