Lensa Terkini

PKBI Jogja Sebut Pemerintah Tak Cukup Paham Bhinneka Tunggal Ika

Gama Triono, Direktur Eksekutif Daerah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY, menyebut bahwa sampai saat ini pemerintah dinilai tak cukup memahami makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Pernyataan tersebut diungkapkan saat mengisi diskusi virtual yang bertajuk ‘Dampak Pandemi Terhadap Transpuan’, pada Minggu (21/11) kemarin. Gama menyoroti bagaimana para Transpuan mengalami kesulitan untuk mendapatkan haknya sebagai warga negara, lantaran dianggap tak memiliki identitas.

Gama menilai bahwa Bhinneka Tunggal Ika seharusnya tidak dimaknai sekedar perbedaan suku, ras, dan agama semata. Namun juga soal gender setiap orang yang berhak dihormati dan diakui, sehingga mereka juga punya hak yang sama dengan yang lainnya.

“Selama ini banyak orang berpikir Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetap satu jua, itu berbeda dalam hal suku, ras, dan agama. Padahal seharusnya ini bisa dipahami lebih luas, bahwa keberagaman juga menyasar pada gender seseorang. Maka sudah sepatutnya, Indonesia mengerti, menghormati, dan memperlakukan dengan sama terhadap Transpuan,” terangnya, dikutip pada Senin (22/11).

Ketidakseimbangan hak yang diterima oleh warga negara Indonesia karena persoalan identitas, lanjut Gama, dianggap sebagai catatan merah pemerintah untuk dievaluasi secara serius.

Ia bahkan menyinggung satu lembaga yang berdiri atas nama Pancasila, yakni Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), yang bahkan belum pernah sekalipun benar-benar menjalankan kepancasilaan itu sendiri, dalam hal ini pengakuan gender Transpuan.

“Waria merupakan kaum yang berani berekspresi, bukan hanya di hadapan keluarga tapi juga ke masyarakat umum. Ada lembaga yang mengatasnamakan Pancasila, yang di dalamnya ada Pak Mahud dan Megawati, mereka tidak benar-benar memahami keberagaman seksual gender dari Bhineka Tunggal Ika,” imbuhnya

Selain itu menurut Gama, pemerintah yang tidak pernah serius dengan ini, justru menjadikan isu seksual sebagai alat kekuasaan untuk mengalihkan isu atas masalah-masalah besar yang ada di Indonesia.

“Makanya kita selalu lihat kasus seksual bisa menutupi kasus-kasus besar lain, korupsi misalnya.” Jelasnya. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *