Mengapa Korban KDRT Lebih Sering Memaafkan Pelaku?
Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) saat ini banyak terjadi di kalangan selebriti dan sedang hangat dibicarakan. Bagaimana tidak, korban yang awalnya melapor ke pihak berwajib, namun tiba-tiba mencabut tuntutannya.
Seperti kasus Rizky Billar dan Lesti Kejora. Lesti yang mencabut laporan KDRT atas suaminya akhirnya memilih berdamai. Keputusan besar itu diakui Lesti karena beralasan anaknya yang masih balita dan Billar adalah ayah dari anaknya.
Kekerasan dalam rumah tangga, atau yang kerap disebut dengan KDRT, bisa menjadi masalah besar dalam kehidupan berkeluarga. Tindakan pelaku KDRT tak hanya meninggalkan luka fisik, namun juga merusak mental yang membuat korban mengalami trauma.
Bahkan menurut survei, korban rata-rata kembali ke pelaku tiga sampai enam kali sampai akhirnya dapat benar-benar lepas.
“Orang2 yang menghujat Lesti kayak “Tolol nge-prank, ga bakal dukung lagi ke depannya” mungkin ga ngerti bahwa di seluruh dunia, korban KDRT memang sulit meninggalkan abuser-nya. Bahkan menurut survei, korban rata-rata kembali ke pelaku 3 sampai 6 kali sampai akhirnya bisa benar2 lepas,” ungkap salah satu cuitan di twitter @asanilta.
Tak sedikit korban KDRT yang lebih memilih untuk diam dan memaafkan pelaku. Lantas, apa yang membuat korban KDRT enggan untuk meninggalkan pasangannya? Yuk, simak ulasan lengkapnya berikut ini!
1. Rasa Takut
Dikutip dari gooddoctor.co.id, Korban KDRT banyak yang memilih tetap tinggal bersama pasangan karena ketakutan akan dampak yang lebih besar di kemudian hari.
Tidak sedikit dari korban KDRT yang mendapat ancaman (misalnya dengan kekerasan fisik) ketika akan meninggalkan pasangannya.
2. Hak Asuh Anak
Penyebab paling umum korban KDRT tidak mau berpisah dengan pasangannya adalah faktor anak. Menjadi orangtua tunggal atau single parent bukanlah hal yang mudah. Tanggung jawab membesarkan anak sendirian sangatlah berat.
Belum lagi, pelaku KDRT seringkali memberi ancaman dengan mengambil atau mengalihkan hak asuh anak jika korban berniat untuk berpisah.
3. Faktor Finansial
Masalah finansial juga menjadi penyebab berikutnya, mengapa banyak korban KDRT memilih untuk diam dan memafkan pelaku. Kekurangan uang dapat membuat situasi menjadi lebih sulit, terutama jika telah memiliki anak.
Selain itu, dikutip dari laman Florida State University, tanpa uang, korban KDRT mungkin akan sulit untuk melarikan diri karena akomodasi juga membutuhkan dana tidak sedikit.
4. Masih Cinta
Pernah mendengar ungkapan ‘cinta itu buta’? Ungkapan tersebut tak sepenuhnya salah jika dilihat dari kasus ini. Beberapa korban KDRT memilih untuk bertahan dan memaafkan pelaku, karena masih cinta dan sulit untuk menghilangkan perasaan tersebut.
Sebagian besar korban KDRT memang menginginkan kekerasan dapat berakhir, tapi tidak mau meninggalkan pasangan karena faktor emosional.
5. Dicuci Otak
Ini disebut juga dengan pelecehan emosional atau kontrol paksaan agar korban percaya bahwa satu-satunya yang mencintai dan dapat menjaganya adalah pelaku. Saat pelaku dapat meyakinkan korban, korban akan merasa bersalah dan akhirnya memilih kembali. (SK/L44)