Lensa Jogja

Kisah Viral Kematian Mahasiswi UNY, Partai Ummat: Pendidikan Kita Masih Bermasalah

Meninggalnya Nur Riska Fitri Aningsih, mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), menorehkan duka mendalam bagi dunia pendidikan tanah air. Kisah perjuangan Riska terungkap oleh akun Twitter @rgantas dan kini viral di sosial media.

Diceritakan oleh akun tersebut, Riska diketahui meninggal karena hipertensi akibat depresi setelah berjuang panjang mempertahankan kuliahnya, yang mematok UKT terlalu tinggi. Perempuan asal Purbalingga itu meninggal pada Maret 2022 lalu.

Dwi Kuswantoro, Ketua DPW Partai Ummat, turut mengomentari kabar duka ini. Ia mengaku sedih dan miris atas sistem pendidikan Indonesia, yang dinilai masih jauh dari tujuan UUD 1945.

“Semakin membuat ‘marah’ jiwa kemanusiaan kita karena ini terjadi di kampus yang menggunakan sumber anggaran negara (APBN),” kata Dwi dalam keterangan resminya, Jumat (13/1).

“Sedangkan sudah sangat jelas amanah konstitusi kita yang tertuang dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945, kenapa negara Republik Indonesia dibentuk, yaitu untuk bisa melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” lanjutnya.

Menurut Dwi, sistem pendidikan seharusnya tidak boleh terlepas dari persoalan kehidupan dan kemanusiaan. Pendidikan seharusnya dibuat untuk meninggikan derajat bukan justru menjadi ajang mematikan kemanusiaan.

Kematian Riska ini seharusnya menjadi cambuk peringatan bagi pemerintah, bahwa perlu adanya perbaikan secara menyeluruh.

“Perbaikan sistem pendidikan bukan hanya persoalan proses dan prosedur, tetapi lebih jauh dan subtansi yaitu tentang esensi konsep pendidikan untuk memajukan kemanusiaan,” katanya tegas.

Ia bahkan menyebut bahwa sistem pendidikan Indonesia selama ini berjalan dengan konsep sebagai industri. Pendidikan Indonesia mampu mencetak lulusan terbaik di bidangnya, tetapi lemah dalam memberikan nilai kemanusiaan dalam produknya.

Rasa empati seharusnya ditanamkan dan dipupuk di setiap ruang pendidikan. Hal ini, tentunya membutuhkan sumbangan ide dan pemikiran dari para pemangku pendidikan agar tak ada lagi riska-riska yang lain.

Kasus Riska tak semata menampar institusi UNY saja, melainkan juga pendidikan secara keseluruhan. Riska seolah membuka mata dunia bahwa masih ada kemungkinan diskriminasi dalam pendidikan Indonesia.

“Tagline Merdeka Belajar yang jadi arah pendidikan hari ini, kalau pada akhirnya hanya meningkatkan gap yang membuat orang miskin tidak boleh sekolah, orang miskin tidak boleh kuliah; harus segera disudahi. Cukup satu saja Ananda Nur Riska Fitri Aningsih saja sebagai martil, untuk memukul kesadaran mata hati dan pikiran semua anak bangsa,” terangnya. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *