Lensa Terkini

Kementerian Koperasi & UKM Gaungkan Larangan Thrifting, Pedagang Baju Bekas Resah

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) kembali menggaungkan larangan thrifting, karena dinilai dapat merusak usaha mikro kecil menengah (UMKM) lokal.

Mereka menegaskan bahwa secara aturan, praktik thrifting atau membeli dan menjual pakaian bekas dari luar negeri sebenarnya telah dilarang.

Imbauan ini kembali mengudara, setelah diungkap oleh akun Instagram @ussfeeds yang kemudian dibagikan ulang ke akun Twitter @cubdle pada Rabu (1/3/2023). Cuitan tersebut lantas menjadi viral dan menjadi perbincangan hingga menjangkau lebih dari 1 juta pengguna Twitter.

Hanung Harimba Rachman selaku Deputi Bidang UKM, memberikan pendapatnya tentang larangan thrifting yang disebut dapat merusak industri garmen dalam negeri. Menurutnya, aturan tentang thrifting bahkan sudah ada sejak lama.

“Memang di peraturan perdagangan kita yang Bea Cukai itu kan sebenarnya dilarang thrifting, impor barang-barang bekas itu kan dilarang,” kata dia, dikutip pada Sabtu (4/3).

Hanung pun mengaku khawatir, produk luar negeri yang dijual dengan harga murah akan dengan mudahnya menghancurkan penjualan produk UMKM yang kini masih terus berusaha berkembang.

“Saya pikir ini buruk bagi industri kita, tidak hanya untuk UKM sebenarnya, tapi industri besar di bidang manufaktur pun, mereka keberatan ya,” sambung Hanum.

Menurut peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, dalam pasal 2 ayat 3, tertulis bahwa barang dilarang impor salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.

Selain itu, berdasarkan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib, Niaga Veri Anggrijono, juga menyebutkan bahwa pakaian impor bekas terdapat kandungan jamur kapang. Ini merupakan kunci utama impor pakaian bekas dilarang.

Jamur Kapang, kata Veri, berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan, seperti gatal-gatal dan iritasi karena pakaian tersebut melekat langsung pada tubuh.

“Kami mengedukasi konsumen bahwa dari hasil pengecekan di lab terhadap pakaian bekas impor ini mengandung jamur. Bisa mengganggu kesehatan meski sudah dicuci beberapa kali,” terangnya.

Adanya hal tersebut tentu dapat merugikan masyarakat, sekaligus melanggar ketentuan Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Dengan adanya wacana tersebut, sebagian besar pedagang baju bekas pun mengaku resah dan keberatan dengan adanya wacana pelarang tersebut.

Selain karena akan mengurangi pendapatan mereka, larangan ini bahkan berpotensi membuat para penjaja pakaian bekas ini kehilangan pekerjaannya.

Para pedagang pakaian bekas itu sudah memiliki pasar atau langganannya sendiri-sendiri. Menurut mereka, konsumen langganannya itu tak pernah mempermasalahkan apakah barang yang dibeli higienis atau tidak. (DSR/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *