Headline

Denny Indrayana Layangkan Surat Terbuka untuk Jokowi, Sebut Pengkhianatan Terhadap Negara

Denny Indrayana, Pakar Hukum Tata Negara kembali berkomentar, pasca Jokowi memberi respon yang mencengangkan terkait penundaan pemilu 2024. Pernyataan Jokowi yang seolah memberi celah penundaan pemilu bisa terjadi dengan dalih demokrasi kebebasan berpendapat, dianggap oleh Denny sebagai cermin pengkhianatan terhadap negara.

Baca juga: Akhirnya Buka Suara Begini Kata Jokowi Soal Penundaan Pemilu

Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Jokowi, Denny mengatakan bahwa kalimat-kalimat tanggapan Jokowi soal ini, memiliki dasar kesalahan yang tidak sedikit. Menurutnya, Jokowi juga sama sekali tidak memperlihatkan ketegasan, yang mencerminkan dirinya benar-benar taat pada konstitusi.

“Penundaan pemilu—yang secara konsep ketatanegaraan lebih tepat merupakan pembatalan—adalah persoalan yang harus disikapi dengan lebih jelas dan tegas. Tidak boleh mendua. Jangan abu-abu. Ini persoalan hitam-putih menjalankan konstitusi bernegara,” kata Denny, dikutip pada Senin (7/2).

Ia menambahkan, bahwa wacana yang serius ini, seharusnya bisa dikunci dengan pernyataan yang tegas. Jokowi seolah juga sengaja membuka ruang multitafsir bagi publik, sehingga dengan begitu juga, para elite pun bisa menciptakan segala upaya untuk melancarkan tujuannya.

“Karena itu, saya membaca kalimat bersayap, ‘Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi’. ‘Sudah pada pelaksanaan’ dalam kalimat itu, bisa bermakna pelaksanaan pasca konstitusi yang diakal-akali untuk diubah, yang melegitimasi pembatalan pemilu dan memperpanjang masa jabatan,” terangnya.

Jika nanti konstitusi benar-benar dilanggar atau bahkan diubah, lanjut Denny, hal tersebut akan menjadi kejahatan yang luar biasa, yakni pengkhianatan terhadap negara sendiri.

“Kejahatan tidak menjadi benar, bahkan jika disahkan dengan aturan hukum. Maaf, memperkosa tidak menjadi sah, bahkan jika ada undang-undang yang melegitimasinya. Perkosaan adalah kejahatan, maka undang-undang yang dibuat untuk mengesahkannya harus batal demi hukum itu sendiri. Karena hukum tidak boleh disalahgunakan untuk mengesahkan kejahatan,” lanjutnya.

“Demikian juga dengan konstitusi. Membatalkan pemilu dan memperpanjang masa jabatan adalah pelanggaran telanjang atas konstitusi, sehingga sama sekali tidak bisa dibenarkan, bahkan dengan mengubah aturan konstitusi itu sendiri,” tegasnya. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *