Lensa Jogja

Walimatul Khitan Rangga Berlangsung Meriah

Prosesi khitanan sudah menjadi kewajiban bagi setiap orangtua yang memiliki anak laki-laki, khususnya bagi umat muslim. Beragam acara pun diselenggarakan, seperti yang digelar oleh salah satu warga di Pedukuhan Temben, Ngentakrejo, Lendah, Kulon Progo, Yogyakarta.

Dia adalah Rangga Pratama Wicaksono yang tengah melangsungkan prosesi pesta sunatan atau khitanan.

Ratusan tamu undangan ikut meramaikan acara ini, mulai dari pengurus wilayah Pagarnusa DIY, Pusdik Pagarnusa Jogja-Jateng, pengurus cabang Pagarnusa Kulonprogo, dan warga setempat.

Suka cita walimatul khitan digelar cukup meriah. Usai diarak dengan boneka singa, juga dihadirkan pertunjukan atraksi kesenian bela diri pencak silat dan kesenian tradisional jathilan.

“Salah satu wujud rasa syukur saya kepada Allah dan untuk saya ingin memberikan yang terbaik bagi anak saya. Ini sebagai simbol bahwa saya berkeinginan untuk anak saya menjadi seorang anak yang berbakti, menjadi pemimpin yang juga mempunyai derajat yang tinggi,” ungkap Retno Anggraini, ibunda dari Rangga Pratama Wicaksono yang menyelanggarakan acara ini.

Sementara itu di tengah acara, kelompok pencak silat Pagar Nusa mempertontonkan atraksi bela diri yang menceritakan tentang sosok pemuda pembawa sorban dan peci, yang hendak direbut oleh preman namun berhasil digagalkan.

Sorban dan peci itupun kemudian diserahkan kepada sosok ibu. Bercampur haru, sang ibu memakaikan peci berwarna putih simbol dari sebuah mahkota, agar kelak sang anak menjadi seorang pemimpin yang amanah atau orang memiliki derajat tinggi.

Selain peci, juga dikalungkan sebuah sorban di pundak sebagai simbol harapan, agar kelak putra dari pasangan Retno Anggraini dan Suprono ini menjadi anak yang berbakti kepada orangtua dan bertanggungjawab.

“Penampilan koreo yang kita tampilkan tadi itu menceritakan sebuah perjuangan seorang ibu kepada anaknya, supaya anaknya itu bisa menjadi pribadi yang lebih baik,” jelas Delvito Arya Dinova, anggota Pagar Nusa Kulonprogo.

“Makanya tadi ada yang berantem, ada yang temenan, itu menunjukkan bahwa sebuah perjalanan itu tidak ada yang mulus apa yang sesuai kita inginkan, tapi harus ada pengorbanan keringat yang diteteskan untuk kebahagiaan anak kita,” lanjutnya.

Pesta upacara khitanan yang diselenggarakan ini tak hanya menjadi kebahagiaan keluarga Retno dan Suprono saja, namun juga dirasakan warga sekitarnya.

Di pagi harinya, turut dihadirkan sebuah kesenian tradisional jathilan Mardi Raharjo dari Sedayu, Bantul, Yogyakarta.

Kesenian itu tampil dengan tarian khasnya yakni jathilan jawa atau jathilan wolu yang terdiri dari empat babak. Di mana, masing-masing babaknya mempunyai jalan cerita dalam bentuk tarian yang memesona dan mengagumkan.

Sajian pertunjukan jathilan ini tak sekedar menjadi hiburan bagi masyarakat saja, tapi juga mampu menggerakkan perekonomian sekitar.

Penulis : Joko Pramono

Editor / Redaktur : Rizky /Wara

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *