Lensa Terkini

WALHI Hingga GUSDURIians Desak Ganjar Ambil Langkah Tegas

Peristiwa pengepungan dan penangkapan warga yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, sejak Selasa (8/2) hingga hari ini, menjadi sorotan berbagai pihak. Berbagai komunitas pegiat lingkungan, lembaga hukum, bahkan Komnas HAM turut mengecam aksi aparat yang demikian.

Baca juga: Puluhan Warga Ditangkap, Begini Kronologi Pengepungan Desa Wadas

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dalam keterangan resminya, mengutuk aksi aparat yang saat ini diketahui telah menangkap sebanyak 63 warga Desa Wadas. Tak hanya menangkap tanpa alasan, Desa Wadas bahkan sampai saat ini masih mengalami pemadaman listrik dan akses internet yang di-takedown.

“Ada indikasi kesengajaan dalam mematikan listrik dan membuat down sinyal di Desa Wadas, karena hanya terjadi di satu lokasi tidak di desa sekitar yang lain,” kata Halik Sandera, Direktur Eksekutif WALHI Yogyakarta, dikutip pada Rabu (9/2).

Dalam informasi terbaru yang dipantau oleh lensa44.com, selain menyita peralatan pembuatan besek, hari ini aparat masih menyisir perkampungan warga dan menyita ponsel milik mereka.

Atas hal ini, Halik kemudian mendesak Kapolri untuk segera turun tangan atas kesewenang-wenangan ini. Ribuan aparat yang diterjunkan ke Desa Wadas, membuat warga khawatir dan ketakutan.

“Kapolri harus memberi atensi terhadap persoalan ini. Tindakan sewenang-wenang Kepolisian terhadap warga Desa Wadas sama sekali tidak menunjukkan komitmen terhadap semangat perlindungan Hak Asasi Manusia dan sikap humanis dari Kepolisian,” tambahnya.

Baca juga: Instagram LBH Yogyakarta Lenyap, YLBHI Kecam Dalih Kepolisian dan Ganjar

Selain WALHI, pihak lain yang yang mengecam tindakan represif ini adalah Alissa Wahid, putri dari Gus Dur sekaligus Koordinator Nasional Gusdurian. Melalui cuitannya, ia meminta kepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk menunda pengukuran tersebut.

Alissa menyebut, kedua belah pihak perlu mengadakan musyawarah dan pemahaman terhadap masyarakat jika tanahnya berhak dimiliki oleh negara. Ia juga menilai, bahwa rakyat memiliki hak untuk berpendapat dan membela tanah airnya.

“Akar masalah ini ada pada paradigma pembangunan kita. Rakyat diminta menyerahkan tanah airnya kpd Negara, dengan dalih demi kepentingan lebih besar. Benar-benar rakyat itu (dianggap) kecil. Kalau menolak, dianggap membangkang kpd Negara. Dianggap diprovokasi. Boleh ditindak,” kata Alisaa.

Baca juga: 63 Orang Ditangkap, Ini Daftar Sementara Warga yang Sudah Teridentifikasi

“Padahal, kalaupun utk kepentingan lebih besar, rakyat tetap berhak berpendapat & bertindak atas tanah airnya, shg proses “nembung” harus sampai di titik temu yang setara. Tidak boleh dikorbankan. Kaidahnya: kebijakan pemimpin haruslah ditujukan untuk kemaslahatan rakyatnya,” sambungnya. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *