HeadlineLensa Terkini

Tanggapi Penyesalan Presiden Soal HAM Berat, YLBHI: Hanya Retorika Kosong!

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) turut menyuarakan kritiknya tentang pengakuan dan penyesalan Presiden Jokowi atas terjadinya pelanggaran HAM berat di Indonesia selama ini.

Tak berbeda dengan pihak lainnya, YLBHI juga menyebut bahwa apa yang disampaikan Jokowi soal penyesalannya itu tak lebih dari retorika omong kosong belaka.

Pasalnya, hal serupa sudah seringkali disampaikan oleh pemerintah, tetapi tak kunjung ada tindak lanjut yang membuahkan hasil.

“YLBHI dan 18 LBH se-Indonesia khawatir dan memprediksi bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyampaikan pengakuan, penyesalan dan jaminan ketidakberulangan terhadap 12 kasus pelanggaran berat Hak Asasi Manusia hanyalah ilusi dan berhenti sebagai retorika kosong yang terus diulang,” kata YLBHI dalam keterangannya, dikutip pada Sabtu (14/1).

Selain itu, YLBHI juga menyayangkan tidak adanya rekomendasi yang disampaikan oleh TPP HAM dalam laporan yang diserahkannya kepada Presiden 11 Januari 2023 lalu. Menurut YLBHI, tidak adanya rekomendasi dari lembaga yang dipimpin Mahfud MD itu kerap membuat kasus HAM berat ini hanya sampai pada Kejaksaan Agung.

“Hingga hari ini, pemerintah melalui Jaksa Agung tidak menunjukkan keseriusan mengungkap dan menarik pertanggungjawaban pelaku-pelaku kejahatan kemanusiaan melalui proses penyidikan yang independen, transparan dan akuntabel oleh Kejaksaan Agung, setelah diselesaikannya 12 penyelidikan kasus oleh Komnas HAM,” terangnya.

Lebih lanjut, YLBHI juga menyesalkan pemerintah ketika mengangkat sejumlah pihak sebagai bagian dari pemerintahan, sementara mereka merupakan terduga pelaku pelanggaran HAM berat di masa lalu.

YLBHI pun mengungkapkan bahwa pelanggaran HAM berat di Indonesia tidak terbatas hanya 12 butir yang tercantum dalam laporan TPP HAM itu saja. Pemerintah dinilai sengaja melupakan deretan kasus HAM lainnya.

“Operasi Militer Timor Timur (1975-1999), Peristiwa Tanjung Priok (1984), Kasus 27 Juli 1996, Tragedi Abepura (2000), Pembunuhan Theys Eluay (2001), Pembunuhan Munir (2014), tetapi Presiden tidak mengakui peristiwa-peristiwa tersebut dan tidak memasukkannya dalam bagian dari upaya penyelesaian,” katanya.

Untuk itulah, di sisa pemerintahannya yang tinggal setahun ini, YLBHI pun meminta agar Presiden Jokowi memenuhi salah satu janji politiknya itu.

YLBHI mendesak agar pemerintah memberikan keadilan bagi korban pelanggaran HAM berat secara holistik.

“Negara secara sungguh-sungguh termasuk hak atas kebenaran, hak atas keadilan agar jaminan ketidakberulangan betul-betul bisa diwujudkan yakni melalui diselesaikannya kasus-kasus dalam pengadilan HAM secara fair dan akuntabel, serta penghukuman bagi pelaku yang bersalah harus dilakukan agar dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat keadilan betul-betul ditegakkan,” tutupnya. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *