Lensa JogjaLensa Wisata

Ruwahan Ageng Rumat Leluhur Pedukuhan Kedung Dayak

Bagi warga masyarakat di Pedukuhan Kedung Dayak, Jatimulyo, Dlingo, Bantul, Yogyakarta, bulan Ruwah dalam kalender Jawa ini adalah sakral sebagai tanda akan memasuki bulan Ramadan. Dengan tema Ruwahan Ageng Nyekar Akbar Rumat Leluhur Luber Akur, warga Pedukuhan Kedung Dayak menggelar tradisi tahunannya.

Tradisi yang tak pernah mereka tinggalkan ini yakni mengunjungi makam leluhur atau nyadran. Kali ini, tradisi itu digelar secara serempak bertajuk Nyadran Ageng.

Ratusan warga dari berbagai usai berkumpul di areal pemakaman umum setempat. Duduk di depan pusara makam keluarga mereka masing-masing. Sedangkan pemuka adat dan pemangku jabatan pedukuhan duduk mengelilingi makam Nyai Cikal Bakal yang menjadi tonggak awal kompleks pemakaman di dusun tersebut.

Sembari membaca dzikir tahlil serta berdoa bersama untuk para leluhur atau keturunan mereka yang sudah meninggal dunia dipimpin oleh tokoh adat setempat. Sebagai penutup, dilakukan prosesi tabur bunga oleh seluruh ahli waris.

“Saya melihat ini momentumnya sangat tepat sekali. Di bulan Ruwah ini momentum untuk kita mendoakan arwah leluhur di wilayah makan ini,” kata Ma’ruf Irmansyah, Dukuh Kedung Dayak.

Ini adalah kali kedua tradisi nyadran ageng itu digelar yang diinisiasi oleh pemuda pemudi Karang Taruna Tugu Purba, Pedukuhan Kedung Dayak.

Penyucian Diri dan Sarana Silaturahmi

Selain sebagai bentuk penyucian diri sebelum memasuki bulan puasa Ramadan juga untuk mempererat tali silaturahmi antar warga.

“Untuk kegiatan ini kebetulan di tahun 2024 kita memiliki tema Ruwahan Ageng Nyekar Akbar Rumat Leluhur Luber Akur. Yang intinya pesan pada kegiatan ini adalah menyampaikan pesan bahwasannya kerukunan, dan kedamaian yang akan tumbuh di tengah-tengah masyarakat itu nilainya lebih tinggi dari apapun,” ungkap Irvantoro Azis, ketua Karang Taruna.

Sederhana namun khidmat, kegiatan diikuti ratusan warga. Mereka nampak khusyuk mengikuti seluruh rangkaian acara.

Sekilas tradisi kenduri nyadran ageng ini mirip dengan ziarah kubur. Namun, memiliki makna filosofi yang lebih kompleks.

Selain dilakukan secara kolektif dengan melibatkan warga dari dua pedukuhan yakni Kedung Dayak dan Pedukuhan Rejosari.

Bahkan warga yang merantau pun kadang juga menyempatkan diri untuk pulang menghadiri tradisi tahunan tersebut.

Selain sebagai ajang mempererat tali silaturahmi, bagi masyarakat tradisi ini juga merupakan wujud penghormatan dan balas budi kepada arwah leluhur yang telah berjasa bagi masyarakat semasa hidupnya.

Penulis: Joko Pramono

Editor/redaktur: Rizky/Wara

Baca : https://lensa44.com/kenduri-sadranan-warga-jodog-untuk-sambut-ramadan/

Share