Lensa Wisata

Pesona Batik Pegon dari Keluarga Difabel Kebumen Jawa Tengah

Batik merupakan warisan budaya nusantara yang sudah menyebar di saentero negeri dan bakan di dunia. Ada banyak hal yang dilihat dari batik, seperti motif, teknik, jenis kain hingga jenis pewarna.

Hal itu terlihat tak terkecuali pada batik pegon. Sebuah batik yang diproduksi oleh para penyandang disabilitas di Kebumen Jawa Tengah, dan telah berdiri sejak 2016 lalu.

Terhimpun dalam Keluarga Besar Komunitas Difabel, para pengrajin batik ini terus terus berupaya menunjukkan hasil karyanya ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk di wilayah Yogyakarta.

Diketahui, maksud dari kata pegon sendiri adalah huruf pegon atau huruf arab gundul, yang dimodifikasi untuk menuliskan bahasa jawa. Huruf pegon ini, banyak ditemukan di kitab jawa kuno karya para ulama.

Sehingga dalam hal ini, di tangan rumah inklusif, wujud pegon yang biasa ada di kitab-kitab kuno ini kemudian diaplikasikan ke dalam batik yang kaya akan makna.

Founder Rumah Inklusif Kebumen, Muinatul Khoiriyah, bercerita tentang komunitas difabel beserta keluarganya di rumah inklusif tentang perjuangan mereka dalam mendirikan organisasi dan melanjutkannya hingga saat ini.

Iin sapaan akrabnya, mengaku bahwa karya batik pegon menjadi tantangan tersendiri baginya, terutama kepada pemerintah dan masyarakat yang sampai saat ini dinilai masih mendiskreditkan mereka dianggap berbeda.

Ia juga mengungkapkan, bahwa dulunya rumah inklusif ini merupakan sebuah isyarat atau cara berkomunikasi dengan penyandang difabel.

“Batik pegon ini sebenarnya diartikan dari warisan budaya indonesia yang berasal dari huruf arab tapi sudah dimodifikasi ke dalam bahasa jawa. Dan pegon juga diinisiasi oleh komunitas rumah inklusif dari perkumpulan para orang tua yang memiliki anak-anak berkebutuhan khusus,” kata Iin.

Lebih lanjut, ada beberapa jenis difabel dalam rumah inklusif ini, di antaranya difabel cerebral palsy, difabel cornelia de lange syndrome, difabel rett syndrome, dan difabel muscular

Gerakan Rumah Inklusif Kebumen ini menjadi bukti bahwa para difabel kini bisa disetarakan dengan orang-orang pada umumnya. Hal ini juga mendapat apresiasi dari Dewan Pertimbangan Wakil Presiden Republik Indonesia, Imam Abdul Aziz.

Ia menyebut, bahwa menjadi seorang pembatik juga salah satu upaya untuk menyamaratakan difabel dengan masyarakat pada umumnya.

“Terjadi perubahan peraturan terhadap difabel, di mana pada peraturan yang lama hanya melibatkan kementrian sosial saja dan kini semua kementerian wajib terlibat terhadap keseteraan tersebut. Seperti yang dilakukan pada Kementerian PUPR yang juga sudah membuat peraturan keseteraan pada bangunan bangunan ramah difabel. Artinya, bagaimana caranya penyandang difabel itu diperlakukan sama,” kata Imam. (OR/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *