Lensa Manca

Peringatan Kemerdekaan, Junta Myanmar Bebaskan 7.000 Tahanan

Junta militer telah membebaskan sebanyak 7.000 tahanan untuk memperingati hari kemerdekaan Myanmar yang ke-75, pada Rabu (4/1).

Namun, menurut laporan media pemerintah Myanmar MRTV, amnesti itu tidak berlaku bagi pelaku pembunuhan, perkosaan atau dipenjara karena berkaitan dengan kasus ledakan.

Selain itu, pengampunan tersebut juga tak berlaku bagi individu yang didakwa berkaitan dengan senjata, narkoba, penanggulangan bencana alam, korupsi dan membuat perkumpulan yang melanggar undang-undang.

Sejauh ini, belum dijelaskan secara rinci siapa saja tahanan politik yang akan dibebaskan.

Melansir dari Reuters, Kamis (5/1), dalam pidato peringatan hari kemerdekaan Myanmar, kepala Junta Militer Min Aung Hlaing menyampaikan terima kasih kepada pihak yang bersedia bekerja sama.

“Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada beberapa negara dan organisasi dan individu yang dengan positif bekerja sama dengan kami di tengah semua tekanan, kritik dan serangan,” kata Aung Hlaing.

Sebelumnya, Junta juga telah membebaskan 814 tahanan di Hari Persatuan pada 12 Februari 2022 lalu. Tak hanya itu, pada Oktober 2021 lalu Junta juga dilaporkan membebaskan 1.600 tahanan saat Hari Raya Budha.

Saat ini, Myanmar tengah berada dalam krisis politik dan kemanusiaan, usai Junta Militer mengambil alih secara paksa pemerintahan sah pada Februari 2021.

Beberapa waktu lalu, militer menangkap sejumlah petinggi negara mulai dari Presiden Myanmar Win Myint, hingga penasihat negara Aung San Suu Kyi.

Usai aksi kudeta tersebut, warga Myanmar menggelar aksi. Namun, militer menanggapi dengan kekuatan berlebih. Mereka menangkap dan tak segan membunuh siapa saja yang menentang pemerintahannya.

Menurut laporan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (Assistance Association for Political Prisoners/AAPP), hingga kini tercatat 2.692 orang tewas dan 16.862 orang ditangkap sejak kudeta.

Junta sendiri terus menjadi sorotan karena hingga kini dianggap masih melakukan kekerasan, bahkan meski banyak negara sudah mendesak agar tindakan itu dihentikan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) juga sempat menggelar Konferensi Tingkat Tinggi untuk membahas situasi di Myanmar pada April 2021 lalu.

Pertemuan itu menghasilkan lima poin konsensus, di antaranya kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan, harus ada dialog konstruktif mencari solusi damai, ASEAN akan memfasilitasi mediasi, ASEAN akan memberi bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre dan akan ada utusan khusus ASEAN ke negara itu. (SC/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *