Haris–Fatia Jalani Sidang Perdana Soal Pencemaran Nama Baik Hari Ini
Aktivis HAM Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dijadwalkan menjalani sidang perdana kasus pencemaran nama baik yang dilayangkan oleh Menko Marves Luhut Binsa Panjaitan, hari ini, Senin (3/4).
Menurut catatan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Timur, kasus ini telah tercatat dalam berkas perkara nomor: 202/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Tim dan 203/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Tim dengan Jaksa Penuntut Umum atas nama Yanuar Adi Nugroho.
Dalam hal ini, Haris dan Fatia terancam terjerat pasal Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU 11/2008 tentang ITE atau Pasal 14 ayat (2) subsidair Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 310 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun kasus ini berawal dari sebuah konten video yang mereka buat, dengan judul ‘Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!‘ yang diunggah pada Agustus 2021 lalu.
Merasa tak terima dengan tudingan tersebut, Menko Luhut pun langsung melayangkan somasi dan laporan ke kepolisian yang teregister dengan nomor LP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, pada September atau sebulan setelahnya.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil yang berdiri di belakang Haris dan Fatia, mengecam tindakan Luhut yang laporannya kini telah memasuki tahap persidangan.
Mereka menilai, apa yang dilakukan Luhut sebagai pejabat publik terhadap warga sipil merupakan tindakan pembungkaman atas kebebasan di ranah digital. Dalam hal ini, Luhut dianggap telah menyalahgunakan UU ITE.
“Upaya pembungkaman dengan berbagai cara selama ini telah berimplikasi pada iklim ketakutan berekspresi di tengah-tengah masyarakat. Di ranah publik, masyarakat yang menyampaikan pendapat justru direpresi oleh aparat keamanan. Di sisi lain, kebebasan di ranah digital kita juga semakin terenggut dengan adanya produk hukum seperti halnya UU ITE,” kata Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan resminya.
Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil juga menyebut bahwa perpanjangan kasus ini menjadi bukti bahwa demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia kian dalam kondisi yang buruk.
“Kasus ini juga hanya satu dari sekian banyak serangan yang ditujukan kepada aktivis, jurnalis, pembela HAM, perempuan pembela HAM, mahasiswa dan elemen masyarakat sipil secara umum,” tambahnya. (AKM/L44)