Lensa Terkini

Fit and Proper Test Panglima TNI Dinilai Tak Transparan, KontraS: Gergaji Tanpa Gerigi

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) kembali menyoroti langkah-langkah DPR RI dalam menjalankan proses uji dan pengesahan Panglima TNI, yang dinilai tidak transparan dan penuh dengan gimmick.

Beberapa waktu sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan telah melayangkan desakan kepada DPR RI dan sejumlah lembaga negara, untuk mengusut rekam jejak Jenderal Andika Perkasa, sebelum maju ke tahap Uji Kelayakan dan Kepatutan Panglima TNI, serta meminta agar agenda tersebut melibatkan pendapat masyarakat umum.

Namun, pada akhirnya Komisi I DPR RI menggelar agenda tersebut tanpa mengindahkan desakan koalisi. Uji Kelayakan dan Kepatutan Panglima TNI yang digelar pada Sabtu (6/11) lalu terbagi dalam dua sesi, yakni sesi terbuka untuk Andika memaparkan visi misinya, dan sesi tertutup untuk memaparkan strategi militer.

Usai menjalani Uji Kelayakan dan Kepatutan yang berlangsung selama tiga jam, Komisi I DPR RI kemudian menyetujui Jenderal Andika Perkasa sebagai calon Panglima TNI, dan sudah disahkan dalam Rapat Paripurna yang digelar pada Senin (8/11) kemarin.

KontraS dalam hal ini menyayangkan langkah DPR RI yang sama sekali tidak menyinggung soal isu hak asasi manusia dan sumber kekayaan daripada Andika Perkasa. Terlebih proses yang digelar secara tertutup, dianggap tidak menunjukan transparansi terhadap publik.

“Alih-alih melemparkan pertanyaan kritis dan menggali catatan buruk Jenderal Andika di masa lalu, anggota Komisi I justru terlihat sangat akrab dan menunjukan dukungannya terhadap Jenderal Andika, dengan menunjukkan gimmicking menggunakan pakaian dengan ‘warna militer’ dan mengabaikan hal substansial, yang diperparah dengan sistem yang sebetulnya tertutup,” kata KontraS dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/11).

Selain itu, KontraS juga menyoroti isu yang beredar bahwa Andika Perkasa nantinya akan mendapat tambahan masa jabatan selama dua tahun, padahal seharusnya ia hanya akan menjabat selama setahun sebab sudah memasuki usia pensiun. Hal tersebut tentu dengan jelas melanggar undang-undang yang mengatur bahwa masa pensiun seorang perwira hanya sampai 58 tahun.

“Kami melihat sejumlah langkah tersebut justru sarat dengan langkah politis karena kontraproduktif dengan semangat perbaikan institusi TNI ke depan. Kami mengkhawatirkan bahwa fungsi pengawasan DPR seperti gergaji tanpa gerigi yang dilakukan hanya sekadar memenuhi syarat formil belaka tanpa menghasilkan diskursus kritis untuk reformasi di tubuh militer,” tutupnya. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *