Lensa Manca

Ahli Prediksi Kelaparan di Korea Utara Kian Memburuk, Kim Jong Un Terus Menolak Bantuan

Kekhawatiran kekurangan pangan di Korea Utara yang semakin meningkat, membuat sejumlah ahli memprediksi kondisi tersebut akan terus memburuk. Bahkan, kemungkinan besar akan ada kematian akibat dari kelaparan pekan ini.

Dilansir dari CNN Internasional, Selasa (14/3), beberapa ahli mengatakan bahwa Korea Utara telah mencapai titik terburuk sejak fenomena kelaparan tahun 1990-an, yang banyak dikenal sebagai Arduous March atau Maret yang sulit.

Fenomena tersebut, kata mereka, menyebabkan kelaparan massal dan menewaskan hingga ratusan ribu orang, atau diperkirakan mencapai 3-5% dari populasi yang saat itu berjumlah 20 juta.

Menurut Lucas Rengifo Keller, seorang analisis riset di Peterson, mengatakan bahwa pasokan makanan kini telah menurun di bawah jumlah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan minimum manusia.

“Anda akan mengalami kematian terkait kelaparan,” imbuhnya.

Pejabat Korea Selatan juga menyetujui pernyataan itu, dengan Seoul yang baru-baru ini juga mengumumkan bahwa tercatat ada kematian akibat kelaparan terjadi di beberapa daerah di negara itu.

Walaupun tidak banyak bukti kuat yang dapat mendukung pernyataan tersebut karena adanya isolasi negara, hanya sedikit ahli yang meragukan penilaiannya.

Namun, pendapat ini juga didukung dengan fakta bahwa hampir setengah dari populasi yang ada di Korea Utara kekurangan gizi, bahkan sebelum adanya pandemi Covid-19.

Organisasi dan Pertanian PBB, mengungkapkan bahwa selama tiga tahun ini perbatasan antara Korea Utara, Tiongkok dan Korea Selatan yang tertutup justru hanya terus akan memperburuk keadaan Korea Utara.

Untuk menanggapi isu ini, pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, mengadakan pertemuan Partai Buruh selama empat hari untuk membahas mengenai pembenahan di sektor pertanian Korea Utara, dengan menaikkan urgensi “transformasi fundamental” dalam pertanian dan rencana ekonomi negara, serta kebutuhan untuk memperkuat kontrol negara terhadap pertanian.

Berbagai ahli mengatakan bahwa daerah Pyongyang merupakan penyebab sendiri dari masalah ini. Selama pandemi, Pyongyang meningkatkan tingkat isolasinya dengan membangun barisan pagar kedua sepanjang 300 kilometer di perbatasannya dengan Tiongkok dan membatasi perdagangan lintas batas di antara keduanya.

Kebijakan Pyongyang itu dinilai telah mempersulit perdagangan yang tidak resmi. Bahkan kasus penyelundupan produk Tiongkok ke Korea Utara dan penyuapan penjaga perbatasan hampir tidak bisa dilakukan lagi semenjak perbatasan ditutup.

Selain itu, para ahli juga berpendapat bahwa akar permasalahan ini adalah sistem pengaturan ekonomi yang kurang tepat, dan akan menyebabkan keadaan lebih parah apabila sistem ini terus dilanjutkan Kim Jong Un. (BTP/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *