Lensa Jogja

Ceritakan Perubahan Iklim dan Kritik Sosial Melalui Pameran ‘Daya Bara’

Aris Prabawa, seorang seniman asal Yogyakarta, menggelar pertunjukan musik sekaligus pameran seni rupa tunggal, bertajuk “Daya Bara” di Pendopo Ajiyasa, Jogja Nasional Museum.

Acara ini merupakan perhelatan pamerannya yang ke-9. Tahun 2019, ia juga menggelar acara yang sama bertajuk “Hadap Hidup”.

Penyelenggaraan pameran seni rupa tunggal ini menggambarkan perubahan iklim yang sedang terjadi saat ini. Sebagai contoh, seperti yang terjadi di tempat tinggalnya New South Wales, Australia, yang dilanda banjir besar pada 28 Februari 2022 lalu. Alasan tersebutlah yang membuat Aris menggelar acara ini dan menciptakan karya-karya seni dari hasil tangannya sendiri.

Aris sendiri merupakan seniman asal Surakarta yang tumbuh besar di Yogyakarta dan kemudian memilih tinggal di Australia. Aris menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia Yogyakarta serta berpartisipasi dalam mendirikan lembaga Kebudayaan Rakyat Taring Padi pada 21 desember 1998 silam.

Taring Padi merupakan koleksi seni progresif yang menduduki posisi penting dalam sejarah seni rupa di Indonesia. Seni ini digunakan sebagai media untuk membela rakyat kecil dan penindasan pemerintah otoriter.

Aris konsisten membahas kritik isu lingkungan lewat karyanya dengan mengungkapkan gambaran entitas tentang keberadaan manusia sebagai populasi paling penting, dalam unsur menjaga dan merawat ekosistem alam yang sudah ada.

Bencana alam sering terjadi di berbagai belahan dunia yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan sebagai akibat dari eksploitasi yang dilakukan oleh manusia.

“Daya bara itu energi yang terkumpul atau melawan dari persoalan lingkungan hidup yang dirasakan banyak orang secara global. Dengan hal ini, sebagai simbol perlawanan bahwa kita semua mengalami permasalahan bersama termasuk lingkungan hidup. Maka kita harus bertahan , melawan, dan memperbaiki masalah ini,” kata Aris.

Selain menggagas isu lingkungan, beberapa karyanya juga menyinggung tentang kritik sosial yang kerap menjadi pengaruh besar terhadap masyarakat luas.

Deretan karya Aris mendapat apresiasi dari para pengunjung, mereka mengatakan bahwa karya-karya ini merupakan sebuah karya yang kuat tidak sekadar ideologis, namun kuat secara artistik.

“Ini dari karya yang kuat, karena tidak sekadar ideologis tetapi juga kuat secara artistik . Ini dua hal yang dimiliki oleh si Aris Prabawa. Jadi pada aspek artistik atau visual bisa membuat simbolisasi yang sangat tepat. Sedangkan secara ideologis, sebagai sosok yang karyanya konsisten kritik terhadap lingkungan,” ungkap Kuss.

Tahun depan, Aris berencana akan melakukan pameran serupa di tempat tinggalnya, yakni Australia. (OR/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *