HeadlineLensa Terkini

KontraS Kecam Pidato Jokowi Soal HAM

Isi pidato yang disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia di Istana Negara, memantik kemarahan dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Salah satu isi dari apa yang Jokowi sampaikan dalam pidatonya adalah, “Pemerintah komitmen menegakkan menuntaskan dan menyelesaikan pelanggaran HAM berat dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan bagi korban dan keadilan bagi yang diduga menjadi pelaku HAM berat”.

Melihat hal ini, Fatia Maulidia selaku Koordinator KontraS menilai Jokowi seolah tanpa merasa malu telah mempertontonkan impunitas atau kekebalan hukum pada pelanggar HAM di Indonesia. Apa yang disampaikannya tersebut, jelas tidak sesuai dengan fakta yang ada, di mana kasus pelanggaran HAM tidak pernah benar-benar tuntas.

Fatia menyebut, bahwa pernyataan tersebut juga secara langsung telah membunyikan tanda bahaya atas HAM di Indonesia, serta menyakiti keluarga korban.

“Penyelesaian pelanggaran HAM berat itu sesuai mandat UU No 26/2000 harus menyeluruh melalui beberapa proses, seperti mekanisme yudisial, pengungkapan kebenaran dan pemulihan, tidak bisa dipilih salah satu atau di bypass,” kata Fatia, dikutip dari keterangannya, Sabtu (11/12).

Senada dengan Fatia, Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar mengatakan bahwa mekanisme yudisial bisa menjadi celah untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan ini.

“Kami khawatir dengan mendorong mekanisme non yudisial saja, ruang pengungkapan kebenaran itu tertutup karena ada celah untuk mensimplifikasi peristiwa yang terjadi baik kepada korban maupun keluarga korban sebagai kelompok yang terdampak langsung,” lanjutnya.

KontraS menyebut, bukan saja hanya Lip Servis, tetapi apa yang disampaikan Jokowi dalam pidatonya, juga menunjukkan ‘akrobat-akrobat’ pemerintah dalam upaya semu penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.

“Sejumlah penyusunan regulasi seperti Rancangan Peraturan Presiden tentang Unit Kerja Presiden untuk Penanganan Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang Berat Melalui Jalur Non Yudisial (Rperpres UKP-PPHB) yang prosesnya tidak transparan dan berpotensi melanggengkan impunitas juga semakin mempertegas bahwa Negara bekerja untuk memutihkan kejahatan para pelaku pelanggaran HAM berat,” terangnya.

KontraS juga menambahkan bahwa yang menanti keadilan bukan saja hanya keluarga korban, melainkan juga masyarakat sipil yang menanti janji-janji pemerintah untuk meratifikasi Konvensi Internasional Anti Penghilangan Orang Secara Paksa yang telah mangkrak selama 11 tahun. (AKM/L44).

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *