Lensa Manca

Mahsa Amini dari Iran Dianugerahi Penghargaan HAM dari Uni Eropa

Mahsa Amini, perempuan Kurdi asal Iran yang meninggal dalam tahanan Iran setahun yang lalu, dianugerahi pengahragaan tertinggi Hak Asasi Manusia (HAM), Sakharov, oleh Uni Eropa, pada Kamis (19/10).

Melansir dari BBC, Jumat (20/10), Robert Metsola, Ketua Parlemen Eropa mengungkapkan kematian Mahsa Amini itu telah melahirkan gerakan global dan membuat sejarah.

“Pembunuhan brutal terhadap Jina Mahsa Amini yang berusia 22 tahun menandai titik balik. Ini telah memicu gerakan yang dipimpin perempuan dan membuat sejarah,” kata Robert.

Ia juga memberikan slogan untuk gerakan tersebut dengan tiga kata yaitu ‘Perempuan, Kehidupan, dan Kebebasan’. Pihak Uni Eropa juga menjatuhkan sanksi terhadap individu dan entitas yang bertanggung jawab atas hal tersebut.

“Tiga kata yang menjadi seruan bagi semua orang yang memperjuangkan kesetaraan, martabat dan kebebasan di Iran. Kami mendukung mereka yang, bahkan dari penjara, terus menjaga Perempuan, Kehidupan dan Kebebasan tetap hidup,” ujar Robert.

Penghargaan Sakharov ini merupakan penghargaan tahunan untuk kebebasan berpikir untuk mengakui aktivis HAM. Nama penghargaan ini diambil dari nama belakang seorang pemberontak Soviet, Andrei Sakharov. Parlemen Eropa mendirikannya pada tahun 1988 dan Nelson Mandela dari Afrika Selatan adalah orang pertama yang menerima penghargaan itu bersama dengan Anatoly Marchenko dari Rusia.

Sementara itu, penghargaan yang diberikan kepada Mahsa Amini ini juga dilengkapi dengan dana abadi sebesar 53 ribu dolar yang akan diserahkan dalam upacara Parlemen Eropa pada bulan Desember mendatang.

Untuk diketahui, Mahsa Amini tahun lalu ditangkap oleh polisi moral karena diduga melanggar aturan berpakaian Islam yang ketat bagi perempuan di Iran. Ia pun meninggal di dalam tahanan pada usia 22 tahun pada 16 September 2022.

Pihak keluarga mengatakan ia dibunuh. Namun, pihak berwenang Iran mengatakan ia meninggal karena kondisi medis yang sebelumnya dirahasiakan.

Kematiannya itu langsung memicu protes massal di Iran. Para perempuan di Iran juga menyerukan untuk diakhirinya penerapan jilbab terhadap semua perempuan di Iran dan undang-undang diskriminatif lainnya.

Dari aksi tersebut dilaporkan ratusan orang tewas dan puluhan orang telah dieksekusi oleh pasukan keamanan Iran karena diduga berpartisipasi dalam kerusuhan tersebut.

Hingga kini, banyak perempuan Iran yang terus menentang aturan tersebut. Mereka pun juga melepas jilbab di depan umum sebagai protes mereka terhadap aturan berpakaian pemerintah Iran.

Penulis: Chumaida

Editor/redaktur: Rizky / Wara

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *