Lensa JogjaLensa Terkini

Konflik Keraton Solo Berbuntut pada Penetapan Putra Mahkota

Bersamaan kembali mencuatnya konflik internal di Keraton Kasunanan Surakarta, Lembaga Dewan Adat (LDA) mengubah nama Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Mangkubumi menjadi KGPH Hangabehi di Sitihinggil, Keraton Kasunanan Surakarta.

Ketua LDA Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari alias Gusti Moeng, mengklaim para sentono dan abdi dalem tidak sreg dengan penetapan KGPH Purbaya. Usai kirab budaya pada Sabtu (24/12) lalu, Gusti Moeng pun melakukan alih asma (alih nama) Mangkubumi menjadi Hangabehi.

“Dari kesepakatan abdi dalem dan sentono (kerabat keraton), hari ini alih asma dari KGPH Mangkubumi ke KGPH Hangabehi. Hangabehi itu maksudnya menyeluruh, sebetulnya (nama tersebut) sama dengan yang sekarang jadi raja (PB XIII),” ucapnya, dikutip pada Senin (26/12).

Penobatan putra tertua Paku Bowono (PB) XIII Hangabehi itu, dilaksanakan bertepatan perayaan ke-91 Paguyuban Kawula Keraton Surakarta (Pakoso).

Menurut LDA, PB XIII telah mengambil langkah keliru. Gusti Moeng menyebut PB XIII memiliki putra tertua dari pernikahan sebelumnya, yakni KGPH Mangkubumi.

Gusti Moeng menilai KGPH Mangkubumi lebih tepat menjadi sebagai putra mahkota, karena ia anak tertua daripada KGPH Purbaya. Menurutnya, penetapan Purbaya sebagai putra mahkota bisa batal demi hukum.

“(Penetapan putra mahkota sebelumnya) bisa batal demi hukum, hukum adat dan hukum nasional. (Mangkubumi) sudah dipilih abdi dalem dan sentono dalem,” ujarnya.

Sementara itu, GPH Soeryo Wicaksono, adik PB XIII Hangabehi menegaskan, LDA yang diketuai Gusti Moeng itu bukan struktur atau lembaga resmi di Keraton Kasunanan Surakarta.

“Dengan demikian, pengangkatan gelar (KGPH Mangkubumi menjadi KGPH Hangabehi), secara adat tidak diperbolehkan. Diketahui bahwa lembaga Keraton Kasunanan Surakarta yang formal sudah dideklarasikan tiga tahun lalu, dan GKR Wandansari tidak dipakai lagi oleh PB XIII Hangabehi. Bagi mereka yang tidak tahu, LDA adalah lembaga formal keraton,” bebernya.

Sentana dalem yang akrab disapa Gusti Nino menambahkan, para kerabat internal keraton sudah memprediksi bahwa hal ini akan terjadi, yaitu muncul tandingan calon penerus takhta keraton setelah PB XIII Hangabehi menetapkan Gusti Purboyo, putra dari pernikahannya dengan permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakoeboewono, sebagai putra mahkota.

“Mangkubumi dan Purboyo ini sama-sama putra dari PB XIII Hangabehi tapi beda ibu. Yang berhak meneruskan takhta hanya anak laki-laki dari permaisuri,” tandasnya.

Artinya, dengan telah ditetapkannya Gusti Purboyo sebagai putra mahkota, lanjut Gusti Nino, berarti Purboyo-lah yang berhak meneruskan takhta PB XIII Hangabehi.

“Yang menobatkan putra mahkota menjadi raja, bukan rajanya, karena sudah mangkat (meninggal dunia). Yang menobatkan nanti para pengageng. Antara lain Pengageng Parentah Keraton, Pengageng Sentana, Pengageng Keputren, dan pengageng lainnya dengan persetujuan para kerabat,” ungkapnya. (SC/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *