Lensa Wisata

Keraton Kasepuhan Cirebon, Awal Penyebaran Agama Islam di Tanah Pasundan

Jika Anda sedang berkunjung ke Kota Cirebon, tak ada salahnya untuk mampir ke Keraton Kasepuhan Cirebon.

Tak sekedar berkunjung biasa, di tempat yang telah dinobatkan sebagai keraton tertua di Indonesia ini, Anda juga akan sekaligus belajar tentang awal mula penyebaran Islam di Tanah Pasundan di masa silam.

Keraton Kasepuhan Cirebon telah dibangun pada tahun 1430 Masehi oleh Raden Walangsungsang, Putra Mahkota Kerajaan Pajajaran.

Bangunan yang sudah berusia 600 tahun ini, dulunya diberi nama Keraton Pakungwati yang memiliki arti udang perempuan.

Adapun penamaan tersebut, lantaran secara geografis Kota Cirebon berada di tepi laut pantai utara Pulau Jawa, di mana menjadi tempat para nelayan mendapatkan udang laut atau udang kecil yang kemudian dinamakan Cirebon dari kata cairebon.

Setelah masa pimpinannya usai, Pangeran Cakrabuana atau Raden Walangsungsang menyerahkan Keraton Kasepuhan Cirebon kepada menantunya bernama Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati pada tahun 1479.

Sunan Gunung Jati sendiri hingga saat ini dikenal sebagai satu dari sembilan Wali Songo, yang menyebarkan agama Islam melalui media dakwah di tanah Sunda, Jawa Barat.

Pada masa kepemimpinannya tahun 1479 hingga 1568, Sunan Gunung Jati berhasil membawa Keraton Kasepuhan berada di masa kejayaan.

Iman Sugiman, Kepala Bagian Informasi dan Pemandu Wisata Keraton Kasepuhan Cirebon, menjelaskan bahwa Sunan Gunung Jati memiliki garis keturunan dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian menikah dengan perempuan berdarah Tiongkok, yang pada akhirnya juga mempengaruhi corak pada Keraton Kasepuhan

“Beliau adalah wali yang menyebarkan agama Islam di Tanah Sunda, beliau Ya Aulia Ya Umayroh pemimpin negara ya seorang pembesar agama Islam. Jadi banyak sekali nuansa-nuansa yang menggambarkan agama Islam dan juga ada corak China di situ karena ada pengaruh dari istri yang dari China,” jelasnya.

Menjadi pusat penyebaran agama Islam melalui pendekatan sosial budaya dan politik, tak heran ornamen arsitektur keraton kasepuhan sangat kental dengan nuansa keislaman, yakni dengan adanya mande semar tinandu, yang merupakan bangunan dua buah tiang melambangkan kalimat Syahadat dan berfungsi sebagai tempat duduk penasehat raja.

Ada pula Bedug Samogiri yang berada tepat di depan langgar agung Keraton Kasepuhan, yang hingga saat ini masih digunakan untuk tradisi Tabuh Dludag, yakni tradisi Keraton Kasepuhan Cirebon saat menyambut bulan suci Ramadhan.

Di dalam Keraton Kasepuhan Cirebon juga terdapat museum tempat penyimpanan benda-benda pusaka milik keraton, salah satunya adalah kereta kencana milik keraton bernama Kereta Singa Barong, yang dulunya digunakan oleh raja dan sultan Cirebon. Untuk mengoperasikannya, kereta ini ditarik menggunakan tenaga empat ekor kerbau bule. (AN/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *