Headline

Dukung Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat, Komnas HAM Pertanyakan Peran Hukum di Indonesia

Amiruddin, Wakil Ketua Komnas HAM sekaligus Ketua Tindak Lanjut Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM yang berat, menyayangkan peran hukum yang sampai saat ini tak serius menindaklanjuti pelanggaran HAM berat.

Ia bahkan menyebutkan, dari 15 kasus pelanggaran HAM berat yang ditanganinya, hingga saat ini baru ada 3 kasus yang akan mendapat putusan pengadilan ad hoc, yakni kasus Timor-Timur, Tanjung Priok dan Abepura. Adapun yang terbaru perkembangannya, adalah kasus Paniai (2014) yang kini tengah dalam proses penyidikan Kejaksaan Agung.

“Ternyata selama 20 tahun permasalahan ini tidak tuntas,” kata Amir dalam keterangannya, dikutip dari situs resmi Komnas HAM, Sabtu (21/5).

Amir kemudian menjelaskan, bahwa dalam penanganan pelanggaran HAM berat tak selalu harus melewati meja pengadilan, melainkan bisa melalui mekanisme di luar pengadilan, yang merujuk pada UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

“Tahun 2004 lahir Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Namun Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK membatalkan UU KKR ini,” tambahnya.

Bukan itu saja, Amir juga menyinggung soal UU Nomor 26 Tahun 200 tentang Pengadilan HAM, yang nyatanya sampai saat ini tak benar-benar bisa berlaku sebagaimana tugas pokok dan fungsinya, untuk mengatasi permasalahan HAM berat.

“Jika prosedur hukum tidak dapat ditempuh, prosedur kemanusiaan apa yang bisa kita lakukan? Khususnya agar kejadian seperti ini tidak terulang dan pemulihan terhadap korban bisa terpenuhi,” ujarnya.

Untuk itulah, jika payung hukum masih belum bisa tegak berlaku, Amir mendorong masyarakat berbagai kalangan untuk tidak tutup mata atas berbagai kasus HAM yang terjadi, baik di masa lalu maupun masa sekarang, hingga masa yang akan datang. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *