Lensa Manca

Hong Kong Mulai Menghilangkan Kemampuan Masyarakat Bersuara dalam Pemilu

Badan legislatif Hong Kong, Kamis (27/5), mengesahkan RUU yang mengubah undang-undang pemilu yang secara drastis mengurangi kemampuan publik untuk memilih dan meningkatkan jumlah anggota parlemen pro-Beijing yang membuat keputusan untuk kota tersebut.

Legislasi baru itu akan memberdayakan departemen keamanan nasional kota itu untuk memeriksa latar belakang kandidat potensial untuk jabatan publik dan membentuk sebuah komite baru untuk memastikan bahwa kandidat tersebut patriotik — istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesetiaan pada Beijing.

Jumlah kursi di parlemen Hong Kong akan ditingkatkan menjadi 90, dengan 40 di antaranya dipilih oleh komite pemilihan yang sebagian besar pro-Beijing. Jumlah legislator yang dipilih langsung oleh para pemilih Hong Kong akan dikurangi menjadi 20, dari sebelumnya 35.

RUU yang disahkan dengan suara 40 banding 2 ini disambut dengan sedikit tentangan karena sebagian besar legislator umumnya pro-Beijing. Rekan-rekan prodemokrasi mereka telah mengundurkan diri secara massal tahun lalu sebagai protes atas penggulingan empat anggota parlemen yang dianggap tidak cukup setia kepada Beijing.

Para anggota parlemen pro-Beijing memuji RUU tersebut selama debat pada Rabu dan Kamis. Mereka mengatakan bahwa reformasi akan mencegah mereka yang tidak setia kepada Hong Kong untuk mencalonkan diri.

Banyak RUU yang berdampak pada mata pencaharian masyarakat telah disahkan dengan lebih mudah tahun ini dibandingkan dengan pada 2020, sewaktu sejumlah anggota parlemen prodemokrasi kadang-kadang bersikap filibuster atau berperilaku mengganggu selama persidangan untuk menunda pengesahan RUU yang tidak mereka setujui.

Perubahan pada undang-undang pemilu Hong Kong terjadi ketika Beijing semakin memperketat kontrol atas kota semiotonom itu yang sempat mengalami protes antipemerintah dan perselisihan politik selama berbulan-bulan pada 2019.

Pihak berwenang telah menangkap dan menuntut sebagian besar pendukung vokal prodemokrasi di kota itu, seperti Joshua Wong, yang merupakan pemimpin protes mahasiswa besar-besaran pada 2014, dan taipan media Jimmy Lai, yang mendirikan surat kabar Apple Daily.

Parlemen China, yang sering dianggap negara-negara Barat sebagai parlemen stempel karet, Maret lalu mendukung perubahan pada sistem pemilu kota itu. Pengesahan tersebut mendorong munculnya banyak perubahan mengenai bagaimana pemerintahan Hong Kong dijalankan.

Perubahan Undang-Undang Pemilu Hong Kong merupakan langkah terbaru China untuk memastikan orang-orang yang terpilih untuk memimpin kota itu setia kepada Beijing. Sebuah amendemen yang disetujui badan legislatif Hong Kong awal bulan ini mengharuskan lebih dari 400 anggota dewan distrik kota — yang sebagian besar menangani masalah-masalah kota — untuk bersumpah setia kepada Hong Kong dan menjunjung tinggi konstitusinya.

Sumpah sebelumnya hanya diwajibkan kepada para anggota badan legislatif dan para pejabat pemerintah seperti kepala eksekutif. 

Sumber : Reuters

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *