HeadlineLensa Manca

Rajapaksa Mundur, Sri Lanka Harapkan Pemerintahan Baru yang Bertanggung Jawab

Jalanan Sri Lanka kembali tenang, sehari setelah pengunjuk rasa menyerbu kediaman presiden dan membakar rumah PM, untuk melampiaskan keamarahan mereka terhadap krisis ekonomi yang kian memburuk.

Melansir dari aljazeera, Senin (11/7), unjuk rasa itu membuat Gotabaya Rajapaksa, Presiden Sri Lanka, memutuskan untuk mundur setelah lebih dari dua dekade menjabat sebagai presiden.

Mahinda Yapa Abeywardena, Ketua Parlemen Sri Lanka, mengatakan bahwa Rajapaksa telah setuju untuk turun dari kursi pemerintahan pada 13 Juli mendatang.

Tidak sampai di situ, Ranol Wickremesinghe, PM Sri Lanka yang baru dua bulan menjabat, ikut menawarkan untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Pertemuan antar pemimpin partai pun langsung dilakukan, dengan oposisi yang mengklaim bahwa mereka memiiki mayoritas parlemen, untuk membentuk pemerintahan sementara.

Alih jabatan presiden selanjutnya, kemudian diberikan pada Mahinda Yaoa Abeywardena, Ketua Parlemen Sri Lanka, yang menjabat sesuai dengan konstitusi negara.

K Chandra, seorang pengunjuk rasa, mengatakan bahwa Sri Lanka membutuhkan perubahan dan pertanggung jawaban para pemimpin.

“Kami butuh perubahan. Ini bukan cara kita layak untuk hidup. Para pemimpin bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi di negara ini,” katanya.

Hingga Minggu pagi, masih banyak pengunjuk rasa yang berkemah di kediaman resmi presiden. Bahkan, mereka memasak makanan hingga bermain kartu.

Salah satu warga, bersama dua putrinya, juga memutuskan untuk mengunjungi lokasi unjuk rasa dan melihat bagaimana kehidupan mewah sang presiden.

“Kami belum melihat seperti apa gaya hidup mereka. Saya ingin melihat sendiri,” katanya.

Sementara itu, polisi telah menangkap lebih dari 3.000 pengunjuk rasa, dengan sedikitnya 50 orang, termasuk polisi, terluka dalam unjuk rasa tersebut.

Diketahui, unjuk rasa mulai terjadi saat krisis ekonomi bermula di awal tahun ini. Setelah pemerintah mengangguhkan pembayaran pinjaman luar negeri, karena kekurangan mata uang asing.

Selain itu, korupsi yang merajalela di antara para pemimpin Sri Lanka, juga menjadi alasan unjuk rasa besar-besaran, hingga menggulingkan pemerintahan yang sedang berkuasa. (YC/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *