Lensa Manca

Dua Capres Prancis Bentrok Soal Rusia Hingga Hijab Dalam Debat Sengit di TV Nasional

Menjelang pemilihan presiden tahap kedua dan terakhir, dua capres mengadakan debat di salah satu TV nasional, dan membahas mengenai berbagai topik dari Rusia hingga hijab.

Melansir aljazeera, Kamis (21/4), Emmanuel Macron, Presiden Prancis, mengecam pihak oposisi, Marine Le Pen, pada debat tentang hubungannya dengan Rusia, dan rencana umtuk larang wanita muslim mengenakan hijab di depan umum.

Konfontrasi yang ada pada kampanye pilpres tahap kedua itu, banyak dibumbui dengan seruan “jangan interupsi saya” dan tuduhan lainnya.

Macron menjadi semakin agresif, ketika terdapat perdebatan sengit mengenai utang Prancis yang semakin meningkat akibat penanganan pandemi.

“Berhenti mencampuradukkan semuanya!” Kata Macron pada Le Pen.

Le Pen membalasnya juga dengan agresif dan menghindari jebakan, seperti apa yang terjadi padanya 2017 lalu, ketika ia mencampuradukkan catatannya dan kehilangan pijakan debatnya.

Macron juga menyerang Le Pen, dengan menyebutkan bahwa pihak oposisi telah menerima pinjaman atas 9 juta euro pada 2014, dari bank Ceko-Rusia.

“Anda tidak dapat membela kepentingan Prancis dengan benar dalam hal ini, karena kepentingan anda terkait dengan orang-orang yang dekat dengan kekuatan Rusia. Anda bergantung pada kekuatan Rusia, dan anda bergantung pada Tuan Putin,” kata Macron.

Selain itu, ia juga menyebutkan rencana oposisi tentang larangan terhadap wanita muslim untuk mengenakan hijab di depan umum, karena akan memicu perang saudara di negara yang memiliki populasi muslim terbesar di Eropa Barat.

Le Pen marah, saat Macron menuduh dirinya bergantung dan terikat pada Rusia, dia menggambarkan dirinya sebagai pihak yang benar-benar bebas dan mengatakan bahwa pihak oposisi mengatakan hal yang salah.

Ia berusaha untuk menarik pemilih yang sedang berjuang melawan lonjakan harga di tengah perang Ukraina, dengan mengatakan bahwa prioritasnya saat ini adalah menurunkan biaya hidup.

Perempuan berusia 53 tahun itu mengatakan, bahwa kepresidenan Macron selama ini telah membuat Prancis terpecah-belah.

“Prancis perlu disatukan kembali,” katanya.

Dalam debat kampanye presiden kali ini, Le Pen telah berusaha untuk melunakkan citranya dan membuang label ekstrimis, yang telah diberikan oleh para kritikus padanya dan partainya.

Sebaliknya, Macron tampak sangat percaya diri dan arogan, sifat yang sering disorot oleh para pengkritiknya. (YC/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *