Obat Sirop Sudah Aman Untuk Kembali Dikonsumsi?!
Tiga bulan berlalu sejak mencuatnya kasus cemaran terhadap obat sirop yang diduga menjadi penyebab acute kidney injury (AKI) atau gagal ginjal akut pada anak (GGAPA) di Indonesia.
Data Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) menyebutkan, hingga tanggal 13 Des tercatat 324 kasus AKI/GGAPA dengan 200 kasus meninggal dunia.
Prihatin akan terjadinya insiden tersebut, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) menggelar Bincang Pagi dengan tema ‘Kembalinya Obat Sirop yang Hilang, Jangan Ada EG/DEG di Antara Kita’.
Diskusi ini bertujuan untuk bersama-sama memahami perkembangan kasus obat sirop dan mengajak seluruh pihak berkolaborasi agar masyarakat dapat segera mendapatkan akses atas obat sirop yang aman berkualitas dan berkhasiat di Jakarta.
Ketua Umum GPFI Tirto Koesnadi MBA, menuturkan kasus cemaran obat sirop merupakan kejadian yang belum pernah terjadi dalam Industri Farmasi (IF) Indonesia selama lebih dari 40 tahun.
“Hal ini menunjukkan mayoritas sistem kualitas produksi industri farmasi dan sistem pengawasan dan pembinaan BPOM sudah mayoritas berjalan baik, namun ada penyebab spesifik yang menyebabkan hanya sirop yang bermasalah,” ujar Tirto, dalam keterangan tertulis, Jumat (30/12).
GPFI menegaskan bahwa problem pencemaran sirop adalah kombinasi dua hal dari isu pemalsuan pelarut dan tidak adanya metode pemeriksaan EG/DEG pada obat jadi sirop, dan bukan isu adanya problem sistemik pada sistem produksi Industri Farmasi atau sistem pengawasan BPOM yang sudah sangat ketat.
Hal ini terbukti dari data yang ada bahwa hanya 5% dari ragam obat sirup yang sempat beredar yang tercemar, dan hanya kurang dari 2% dari total obat yang beredar yang tercemar, sedangkan >94% obat sirop lainnya layak dikonsumsi yang membuktikan bahwa kasus cemaran sirop adalah sebuah insiden dan bukan sistemik mayoritas.
Berdasarkan semua fakta tersebut, maka GPFI telah mengambil berbagai upaya strategis dalam mendukung langkah-langkah Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, untuk menghentikan sementara semua penjualan dan penggunaan obat sediaan sirop sebagai bentuk kehati-hatian terkait tingginya kasus AKI/GGAPA di Indonesia pada Oktober lalu.
“GPFI turut menghimbau seluruh Industri Farmasi, khususnya yang tergabung dalam asosiasi kami, untuk segera melakukan pengujian ulang terhadap item obat sirop dan melaporkan hasilnya kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk diverifikasi, sesuai dengan Surat Edaran BPOM tanggal 18 Oktrober 2022,” ungkap Tirto.
Sementara itu, Direktur Eksekutif GPFI Drs Elfiano Rizaldi, menyampaikan untuk obat sirop bisa diedarkan kembali. Berdasarkan persyaratan ketat dari BPOM, ada 12 aspek pemeriksaan mutu dan keamanan yang wajb diperiksa Industri Farmasi dan diverifikasi detail oleh BPOM. Aspek tersebut mencakup verifikasi alur supplier bahan kimia, pemeriksaan kualitas dan keamanan semua bahan baku pelarut, proses produksi dan kualitas produk jadinya.
“Dan, mendorong otoritas kesehatan/obat untuk melakukan pembinaan kepada Industri Farmasi yang melakukan kelalaian atau ketidakdisiplinan dalam proses produksi obat sirop dengan mempertimbangkan prinsip ultimum remedium atas proses hukum yang sedang berjalan saat ini,” ucap Elfiano.
Elfianto juga menambahkan, selain berfokus pada pengujian untuk memastikan keamanan produk obat sirop, menurut dia yang tidak kalah pentingnya adalah untuk mendorong aparat penegak hukum untuk segera memproses dan menindak dengan tegas agar memberikan efek jera kepada oknum pemasok yang menipu dan memalsukan bahan baku penolong kepada Industri Farmasi.
“Kami percaya dengan adanya kolaborasi dan transparansi dari berbagai pihak, pengujian obat sirop dapat segera selesai dan masyarakat dapat kembali mengakses obat sirop tanpa rasa was-was, selama produk tersebut dibeli di apotek atau toko obat resmi,” tutur Elfiano.
Berdasarkan semua pembelajaran kasus ini, Elfiano berpendapat GPFI perlu senantiasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan strategis tentang penghentian, pemeriksaan atau penyediaan kembali obat sirop. (SC/L44)