Lensa Jogja

Mahasiswa Pascasarjana UMY Teliti Politik Pengambilan Keputusan Perda Syari’ah di Lombok Barat dan Jember

Semenjak dicetuskannya Perda Syari’ah di beberapa daerah, hal itu turut menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Masyarakat yang kontra, menyayangkan bahwa Indonesia sebagai negara multikultural seharusnya tidak menerapkan perda tersebut karena dapat menimbulkan diskriminasi di kalangan minoritas. Sedangkan di sisi lain, masyarakat yang pro turut senang dengan perda tersebut karena dianggap dapat lebih menertibkan masyarakat. 

Berdasarkan hal tersebut M. Syamsurrijal, mahasiswa Program Doktor Politik Islam Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), melakukan penelitian untuk disertasinya yang berjudul ‘Politik Pengambilan Keputusan Pembentukan Peraturan Daerah Syari’ah di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Jember’.

“Pada penelitian ini, saya ingin menganalisis proses pembentukan dan pemberlakuan Perda Syariah di dua daerah yaitu Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Jember. Untuk melihat proses pembentukan dan pemberlakuan Perda Syariah di dua daerah tersebut saya melakukan wawancara mendalam dengan kepala daerah, anggota DPRD, tokoh agama, elit politik dan tokoh masyarakat,” ujar Rijal saat melakukan Sidang Terbuka Promosi Doktor di Gedung Pascasarjana UMY, Rabu (21/12).

Rijal dalam disertasinya menyimpulkan bahwa pembentukan dan pemberlakuan Perda Syari’ah berhubungan dengan dominasi politik elit lokal, yang diperankan oleh pemimpin agama maupun lembaga keagamaan, dalam proses pengambilan keputusan pembentukan Perda Syari’ah. 

“Pembentukan Perda Syari’ah di Kabupaten Lombok Barat lebih didominasi oleh kekuatan dan kekuasaan Tuan guru (Kiyai), baik sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Sementara penggunaan dominasi politik di Kabupaten Jember didominasi oleh tokoh agama (Kiyai), yang berafiliasi dengan ormas Nahdhatul Ulama, baik yang berada di lembaga eksekutif dan legislative,” jelasnya.

Namun, kendati dalam proses pembentukan Perda Syari’ah di kedua Kabupaten tersebut berbeda, temuan terpenting dalam penelitian dosen Universitas Islam Negeri Mataram ini adalah bahwa proses politik dalam pembentukan Perda Syari’ah merupakan agenda setting dari penguasa lokal, dengan mengedepankan kekuasaan politik untuk mempengaruhi pemangku kebijakan untuk menjalankan keinginan kekuasaan. 

Selain itu, menurut Rijal, pembentukan Perda Syari’ah di dua Kabupaten tersebut juga didasarkan pada beberapa faktor.

Kabupaten Lombok Barat mendasarkan pembentukan Perda Syari’ahnya pada faktor ekonomi, sosial budaya, moralitas agama, lingkungan dan politik.

“Namun dalam penelitian ini, faktor ekonomi merupakan faktor yang paling mendominasi pembentukan dan pemberlakuan Perda Syari’ah. Sementara di Kabupaten Jember didasarkan pada faktor moralitas agama dan budaya yang hidup di tengah masyarakat,” paparnya.

Pembentukan dan penerapan Perda Syari’ah di Kabupaten Lombok Barat maupun di Kabupaten Jember, sejatinya menurut temuan Rijal memang dilakukan untuk memecahkan masalah ekonomi dan moralitas.

“Pembentukan Perda Syari’ah ini memang akan membuat perbaikan ekonomi dan moralitas. Namun, secara politik Perda Syari’ah ini menyebabkan perebutan ekonomi di kalangan elit (pemerintah, pengusaha, dan lembaga keagamaan),” ungkapnya.

Lebih lanjut, Rijal menambahkan bahwa pelibatan masyarakat sipil dan tokoh masyarakat dalam pengambilan keputusan pembentukan perda belum maksimal.

Oleh karena itu, perlu adanya aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah terkait keterwakilan elemen masyarakat, tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan pembentukan perda. 

Setelah melalui proses penilaian yang dilakukan oleh tim penguji, Rijal dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude. Dengan begitu, Rijal akan resmi menyandang doktor ke-170 yang diluluskan Program Doktor Ilmu Politik UMY. (YA/L44) edited

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *