Lensa MancaLensa Terkini

Korban Mati Kelaparan Akibat Sekte Sesat di Kenya Bertambah

Sekte sesat di Kenya membuat geger usai 73 mayat pengikutnya ditemukan terkubur dalam sebuah hutan di Shakahola, Kenya. Sekte tersebut mempraktikkan ajaran sesat, bahwa dengan kematian karena kelaparan bisa mengantarkan para pengikutnya untuk masuk surga atau ‘bertemu Tuhan’.

Dilansir dari AFP, Rabu (26/4), sekte sesat tersebut terbongkar usai dua anak mati kelaparan dalam pengawasan orang tua mereka.

Kematian dua anak tersebut berujung dengan penangkapan Paul Mackenzie Nthenge, seorang sopir taksi yang menjadi pendeta. Kala itu, dia dibebaskan dengan jaminan 100.000 shilling Kenya.

Penyelidikan terhadap gereja Good News Internasional yang dipimpin oleh Nthenge pun dilakukan. Penyelidikan itu membawa polisi ke dalam hutan dekat kota pesisir Malindi tempat Nthenge menyampaikan ajarannya, di mana mereka sudah menemukan 15 orang yang kelaparan dan empat di antaranya meninggal dunia.

“Kami memiliki 73 mayat dari hutan malam ini dan pencarian masih akan dilanjutkan besok,” ucap seorang polisi yang terlibat dalam penyelidikan.

“Ini adalah keadaan yang sangat menyedihkan tentang bagaimana orang-orang meninggal dan dimakamkan di kuburan dangkal karena kami menemukan mayat terjepit di satu kuburan hari ini,” imbuhnya.

Hussein Khalid, Direktur Eksekutif Haki Africa yang memberikan informasi awal mengenai sekte ini pada polisi, mendesak agar tim bantuan tambahan dikirimkan secepatnya untuk menyisir wilayah seluas 800 hektar tersebut.

“Setiap harinya ada peluang besar akan bertambah lagi korban tewas,” kata Khalid.

“Kengerian yang kami saksikan setiap hari menyisakan trauma mendalam. Kita tidak pernah siap untuk melihat kuburan massal anak-anak,” imbuhnya.

Sampai saat ini, korban sekte sesat di Kenya telah bertambah menjadi 89 orang, termasuk anak-anak.

Paul Mackenzie Nthenge telah mendoktrin pengikut sektenya, bahwa kelaparan merupakan jalan satu-satunya menuju Tuhan. Berdasarkan situs web gereja, Nthenge mendirikan sekte tersebut pada tahun 2003. Ia juga mendirikan cabang di Nairobi dan sepanjang pantai Kenya yang menarik lebih dari 3.000 umat.

“Memelihara umat beriman secara holistik dalam semua hal spiritualitas Kristen saat kita mempersiapkan diri untuk kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali melalui pengajaran dan penginjilan,” tulis situs web tersebut.

Dua tahun kemudian, dia menutup gereja dan pindah ke kota sepi Shakahola. Kepada surat kabar The Nation dalam sebuah wawancara bulan lalu, dia menyebut bahwa dia “mendapatkam wahyu bahwa waktu untuk berhenti telah tiba.”

Paul Mackenzie Nthenge telah dijadwalkan untuk menjalankan sejumlah proses persidangan pada 2 Mei mendatang. (BTP/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *