HeadlineLensa Manca

Wujud Protes Terhadap Militer, Ekonomi Myanmar Alami Keruntuhan

Saat ini, keadaan ekonomi Myanmar sedang runtuh. Terlebih, para ahli memperkirakan lebih banyak perdagangan ilegal dan tidak ada pertumbuhan ekonomi alias nol pada tahun 2022 mendatang.

Perekonomian di Myanmar mengalami penurunan pesat setelah mengalami kekacauan terkait kudeta militer Februari 2021 lalu. Ribuan warga melakukan mogok kerja. Mereka menolak untuk bekerja di bawah kekuasaan militer, termasuk lingkup pekerjaan vital seperti petugas kesehatan, pengacara, guru dan insinyur.

Beberapa hari setelah kudeta terjadi sembilan bulan lalu, Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM) terbentuk. Gerakan tersebut merupakan kampanye pemogokan buruh skala besar dengan misi untuk melawan junta, dengan tujuan merusak ekonomi yang dikendalikan militer.

Mengutip dari VOA pada Kamis (2/12), para bankir Myanmar bergabung dan menolak untuk pergi bekerja tak lama setelah gerakan dimulai. Langkah tersebut mendorong masalah arus kas bukan hanya bagi penduduk dan bisnis, namun juga militer.

Seiring berjalannya waktu, setiap bisnis milik militer menghadapi boikot besar-besaran. Merek global telah menghentikan pesanan dari industri manufaktur Myanmar.

Di sisi lain, produk buatan Tiongkok telah diboikot di tengah tuduhan Tiongkok mendukung junta militer Myanmar. Beijing telah menghalangi pernyataan Dewan Keamanan PBB yang mengecam kudeta tersebut.

Ribuan pekerja meninggalkan rumah mereka di pedesaan karena meningkatnya pertempuran antara tentara nasional dan kelompok oposisi. Keadaan tersebut tentunya membuat mereka khawatir. Banyak pabrik dan bisnis yang tutup, sehingga pengangguran meningkat dan pendapatan berkurang drastis.

Gwen Robinson, editor di Nikkei Asia, mensponsori sebuah acara yang diselenggarakan oleh Foreign Correspondent’s Club of Thailand (FCCT) di Bangkok pada bulan November, menguraikan beberapa kemerosotan ekonomi di Myanmar.

“Jelas kita melihat keruntuhan di Myanmar saat ini. Ekonomi gelap merebak dan ada persepsi yang berkembang tentang akan terjadinya keruntuhan ekonomi domestik yang resmi dan terbuka,” ujarnya.

Dengan terus berlanjutnya penindakan keras dari junta Myanmar, perusahaan militer Myanmar menghadapi sanksi perdagangan yang berat dari AS, Inggris, dan Uni Eropa. Hal tersebut  memberi tekanan pada kepemimpinan militer. (DY)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *