Headline

Singgung Kondisi Sri Lanka, Komisi VI Minta Pemerintah Bijak Kelola Utang

Kondisi Sri Lanka yang krisis dan bangkrut akibat tak mampu membayar utang, kini tengah jadi sorotan dunia, tak terkecuali Indonesia, yang kini pun menanggung beban utang sebesar Rp7.002,24 triliun per akhir Mei 2022, menurut Kementerian Keuangan.

Melihat hal tersebut, anggota Komisi VI DPR RI, Rudi Hartono Bangun, lantas mengingatkan kepada pemerintah agar lebih bijak mengelola keuangan dan utang negara.

Menurutnya, jika pemerintah salah dalam menerapkan kebijakan, bukan tidak mungkin akan mengikuti jejak Sri Lanka, mengingat utang yang kian bertambah pula.

“Pemerintah Indonesia harus lebih awas dan waspada melihat kondisi ekonomi Sri Lanka yang mengalami kebangkrutan. Jangan sampai nantinya beban utang negara makin besar dan uang untuk membayar utang dan bunga tidak siap, sehingga berakibat (Indonesia) seperti (kebangkrutan) Sri Lanka,” kata Rudi dalam keterangan resminya, dikutip pada Rabu (13/7).

Dalam hal ini, Rudi menyoroti kebijakan subsidi energi yang dijalankan pemerintah. Ia menilai, subsidi energi cukup berpengaruh dalam kenaikan utang pemerintah.

Sementara saat ini pun, Indonesia masih dalam proses membangkitkan ekonomi selepas pandemi Covid-19. Untuk itu, pemerintah diminta untuk mampu membendung subsidi energi, agar diusahakan tak lagi mengambil utang.

“Pemulihan ekonomi Indonesia dari pandemi memang berangsur membaik. Kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mendukung pemulihan ekonomi juga cukup berpihak ke masyarakat. Tapi kita juga harus lihat, sebagian besar uang negara saat ini digunakan untuk subsidi, BBM salah satunya,” terangnya.

Berkaitan dengan itu, ia pun menyinggung soal klaim Dirut Pertamina, yang menyebut bahwa harga BBM seperti Pertamax dan Solar kian meningkat, dampak harga minyak dunia yang juga meningkat.

“Nah kalau uang sudah enggak cukup, berarti harus nambah utang. Tata kelola utang ini yang pemerintah harus bijak,” tambahnya.

Untuk diketahui, utang Indonesia yang kini sebesar Rp7.002,24 triliun, menjadikan rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi sebesar 38,88%. Belanja subsidi pada 2022 juga membengkak jadi Rp578,1 triliun akibat kebijakan pemerintah yang menahan harga bahan bakar minyak (BBM), LPG 3 kg dan tarif listrik di bawah 3.000 VA.

Selain itu, anggaran belanja subsidi yang awalnya  sebesar Rp207 triliun, namun diubah menjadi Rp283,7 triliun, dan dikarenakan konsumsi energi yang meningkat, maka subsidi bisa mencapai Rp284,6 triliun. Pemerintah pun diharuskan membayar kompensasi kepada PT Pertamina dan PT PLN, karena sudah menahan harga dalam dua tahun terakhir sebesar Rp293,5 triliun. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *