Lensa Manca

Sekjen PBB Peringatkan Munculnya Bunuh Diri Kolektif, Akibat Krisis Iklim Ekstrem

Antonio Guterres, Sekjen PBB, mengiingatkan pemerintah akan dampak dari krisis iklim ekstrem, yang melanda beberapa wilayah di seluruh dunia.

Melansir dari Aljazeera, Selasa (19/7), ia memberitahukan bahwa ada setengah dari populasi manusia, tengah berada di zona bahaya, khususnya di negara-negara yang sedang berjuang melawan panas ekstrem.

Gelombang panas dan kebakaran hutan yang terjadi akibat krisis iklim ekstrem, telah memakan banyak korban di seluruh dunia.

Sementara itu, Sekjen PBB pada Senin (18/7) kemarin, telah bertemu 40 menteri dari berbagai negara untuk membahas krisis iklim.

“Setengah dari umat manusia berada di zona bahaya, dari banjir, kekeringan, badai ekstrem, dan kebakaran hutan. Tidak ada bangsa yang kebal. Namun kami terus memberi makan kecanduan bahan bakar fosil kami,” katanya.

Ia juga menambahkan, bahwa hanya ada 2 pilihan untuk krisis iklim ini, yakni ada aksi bersama atau bunuh diri bersama.

Diketahui, panas ekstrem telah pecahkan rekor di seluruh dunia, beberapa di antaranya seperti gelombang panas di India dan Asia Selatan, serta kekeringan parah yang telah menghancurkan sebagian Afrika.

Selain itu, para ilmuwan pun semakin dikejutkan dengan gelombang panas yang menghantam Kutub Utara dan Kutub Selatan, yang mana belum pernah terjadi sebelumnya.

Di wilayah lainnya seperti Eropa dan Amerika Utara, kebakaran telah melahap habis hutan di sana. Juga, Macchu Picchu, situs arkeolog di Amerika Selatan, terancam kebakaran.

Suhu terpanas tercatat di beberapa wilayah seperti Inggris dan China, yang mencapai 40 derjata Celcius.

Dikabarkan, Dialog Iklim Petersburg, sebuah pertemuan para menteri di Berlin untuk konferensi iklim, akan dilaksanakan guna membahas cuaca ekstrem serta melonjaknya harga bahan bakar fosil, makanan, dan dampak dari krisis iklim

Prospek Cop27, pertemuan antar menteri untuk membahas perubahan iklim, dinilai semakin meredup karena kenaikan harga energi dan pangan, inflasi, pandemi Covid-19, dan diperparah dengan perang Ukraina – Rusia. (YC/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *