Ricuh Tambang di Sulteng, WALHI Ungkap Perjalanan Tambang PT Trio Kencana
Menindaklanjuti kericuhan penolakan tambang yang mengorbankan satu nyawa di Sulteng Minggu (13/2) kemarin, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengungkapkan perjalanan kasus tambang yang dilakukan oleh PT Trio Kencana itu.
Baca juga: Demonstrasi Tolak Tambang di Sulteng Berujung Maut, Begini Kronologinya
Dalam keterangannya, WALHI menyebut bahwa aksi penambangan emas ini sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, penolakan oleh warga sudah disuarakan sejak 2010 silam.
“Ketika izin PT. Trio Kencana dikeluarkan Pemprov Sulteng, penolakan sudah muncul dari masyarakat Kecamatan Tinombo Selatan,” kata Sunardi Katili, Direktur Eksekutif Walhi Sulteng, dikutip pada Senin (14/2).
Lebih lanjut, seiring berjalannya waktu, PT Trio Kencana diketahui menghentikan aksi penambangannya. Namun, secara tiba-tiba pada 2020 lalu, perusahaan tersebut mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Dinas ESDM setempat, dengan pertambangan seluas 15.725 ha per Agustus 2020.
“Terkait hal ini, masyarakat merasa tertipu. Pasalnya, tidak pernah ada sama sekali sosialisasi yang dilakukan baik dari pihak perusahaan maupun pemerintah,” tambahnya.
Sejak setelah itu, masyarakat kembali menyuarakan penolakannya terhadap aksi tambang yang sepihak ini. Tercatat, penolakan pertama kali dilakukan pada 31 Desember 2020, kemudian 17 Januari 2022, dan 7 Februari lalu.
Baca juga: Penolakan Tambang Berujung Korban Tewas, Amnesty: Sangat Brutal!
Dikatakan pula, sejak saat itu, dampak dari pertambangan ini sudah sangat dirasakan oleh warga setempat, yakni berupa keberadaan 3 lubang tambang di kebun milik warga.
Dari sepanjang aksi penolakan itu, WALHI mencatat setidaknya telah ada 60 warga ditangkap karena membela tanahnya, dan 182 warga mengalami kekerasan oleh aparat sepanjang 2021 lalu.
Sampai pada puncaknya, aksi yang mulanya hanya berniat menemui Gubernur Sulteng Rudy Mastura itu, berujung pada kericuhan yang menyebabkan Erfaldi (21) seorang mahasiwa, harus meregang nyawa setelah tertembak peluru aparat.
“Tindakan kekerasan dan penangkapan tanpa prosedur oleh aparat kepolisian di Sulawesi Tengah terhadap massa aksi tolak tambang yang mengakibatkan meninggalnya satu orang warga ini menambah daftar panjang catatan hitam kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga yang tengah memperjuangkan ruang hidupnya,” lanjutnya. (AKM/L44)
Baca juga: Polri Pastikan Usut Tuntas Oknum Penembakan Warga di Sulteng