Lensa Jogja

Pasangan Lansia di Kulonprogo, 10 Tahun Eksis Produksi Tempe Koro

Keterbatasan ekonomi tak menjadi kendala bagi pasangan lansia di Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta untuk tetap bekerja. Selama puluhan tahun, Kerto Dimono dan Saminem tetap eksis memproduksi tempe koro yang hasilnya akan dijual di pasar tradisional di daerah Nanggulan.

Di rumah kayu sederhana di pedukuhan Tileng, Pendoworejo, Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta. Pasangan yang sudah menginjak kepala tujuh ini tetap tak menyerah dengan keadaan, perputaran roda kehidupan telah mereka jalani namun profesi sebagai pembuat tempe koro tetap mereka nikmati.

15 tahun sudah mbah Kerto mengolah biji koro menjadi tempe yang kemudian dijual keliling kampung ataupun ke pasar tiap wage dan legi pasaran Jawa. Meski hanya mendapatkan hasil tak seberapa, uang hasil penjualan tempe ini tetap disyukuri dan dirasa cukup untuk menutup kebutuhan mereka berdua sehari-hari.

Tangan yang sudah berkeriput tetap lincah memilah dan memilih biji koro yang akan dijadikan bahan untuk membuat tempe, asap mengepul dari dapur sederhana berdinding bilik bambu menjadi pertanda bahwa Mbah Kerto mulai bekerja membuat tempe.

Biji koro yang telah 3 hari direndam air, cangkangnya kini dibersihkan dan ditiriskan untuk kemudian dikemas menggunakan daun pisang. Sebelum pengemasan, koro yang telah memutih ini kemudian ditaburi laru (ragi khusus) agar siap dijual kepasar pada esok harinya.

Di usia senjanya, Kerto Dinomo dan Saminem hanya dapat mengandalkan pendapatan mereka dari pembuatan tempe koro. Mereka memilih koro sebagai bahan bakunya lantaran harganya yang jauh lebih murah yakni antara Rp9000-10.000 per kilogramnya.

Tempe koro buatannya biasanya diantar ke Pasar Kenteng, Nanggulan pada pasaran wage dan legi. Karena pembuat tempe koro kini sudah mulai jarang, tempe buatannya ini selalu habis terjual dan mengantongi uang antara Rp60.000-80.000 per harinya.

“Tidak membuat tempe kedelai karena bahunya sudah ga kuat, bahannya harganya 9 ribu rupiah. Kalo tempe kedelai mencapai 12 ribu rupiah,” ungkap Mbah Saminem, pembuat tempe koro

Ditengah kelangkaan dan kenaikan harga kedelai saat ini, tempe koro buatan Mbah Kerto ini menjadi buruan warga. Selain karena harganya yang jauh lebih murah, tempe koro buatan Mbah Kerto ini juga dikenal gurih dan cocok untuk dijadikan tempe bacem ataupun goreng.

“Harganya lebih murah dan pengolahannya hanya menggunakan tangan sehinggga lebih sehat. Tempe koro dijual per empat biji dengan harga seribu rupiah. Enak jika dibandingkan tempe kedelai yang sulit dicari,” jelas Suratmi, pelanggan tempe koro.

Berbeda dengan tempe pada umumnya yang berbahan kedelai import yang harganya naik turun, tempe ini berbahan kacang koro yang merupakan tanaman lokal dan masih banyak dibudidayakan warga di Kabupaten Kulonprogo. Selain bahan baku relatif masih banyak, harga kacang koro juga relatif lebih stabil yakni di kisaran 9-10 ribu rupiah per kilogramnya.

Seiring perkembangan jaman, profesi membuat tempe koro kini sudah mulai tak lagi dilirik masyarakat.  Selain rumit karena biji koro dikenal mengandung racun, proses pembuatannya juga membutuhkan waktu yang cukup panjang, jika dibandingkan harga kedelai yang tidak stabil tempe koro ini bisa menjadi pilihan alternatif di tengah melonjaknya harga kedelai yang sempat berimbas mogoknya para pengusaha tahu dan tempe beberapa waktu yang lalu. (SA/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *