NU-Muhammadiyah Kompak Hilangkan Politik Identitas di Pemilu 2024
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, kembali menegaskan kepada siapapun untuk tidak menjadikan NU sebagai alat politik pada pemilu 2024 mendatang.
Ia pun kini tangah berupaya untuk menghilangkan politik identitas yang dinilai telah terlampaui kuat melekat di tubuh NU. Sehingga ia tak menampik, bahwa upaya tersebut akan cukup sulit.
“Pertama, tradisi politik masyarakat kita memang pada awalnya dibangun atas dasar kurang lebih politik identitas, dalam hal ini praktik atau model dinamika politik yang berlangsung cukup lama, berapa puluh tahun,” kata Gus Yahya, sapaan akrabnya, dikutip pada Kamis (26/1).
Dalam hal ini, ia menengok pada pemilu 2019 lalu, di mana NU tampak nyata menjadi politik identitas. Untuk mulai mengurangi itu, ia pun meminta agar para elite politik tak lagi menyangkutpautkan NU dengan ambisi politiknya.
Ia pun meminta kepada masyarakat NU, agar nantinya memilih kandidat yang memang dirasa sesuai dengan visi dan misi yang diperlukan, dan tidak berdasar pada identitas keagamaan.
Sementara itu, hal serupa juga diakui oleh Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhammad Izzul. Tak hanya NU, menurutnya, Muhammadiyah pun kental dengan politik identitas.
“Beberapa persoalan pemilu misalnya terkait politik identitas, ini semakin mengeras bila kemudian ada kepentingan-kepentingan yang secara sengaja mengambil keuntungan dari politik identitas itu. Ini yang sebenarnya justru memperparah situasi,” jelas Izzul.
Ia pun mengaku khawatir, akan adanya oknum-oknum yang membiarkan atau bahkan sengaja menggunakan budaya politik identitas untuk keuntungannya sendiri, di mana itu akan berdampak buruk pada pemilu 2024.
“Oleh karena itu kita berharap bagaimana ke depan terutama untuk pelaksanaan pemilu 2024 nanti, supaya hal-hal yang menjadi penyakit dari pemilu ini bisa kita minimalisir. Syukur-syukur bisa kita singkirkan dari Pemilu 2024 nanti,” tutupnya. (AKM/L44)
