KontraS Nilai Pengamanan G20 Berlebihan Hingga Ganggu Aktivitas Warga
Segala persiapan untuk gelaran KTT G20 Bali yang diklaim pemerintah sudah dilakukan dengan matang, nyatanya tak dinilai demikian oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, mengatakan bahwa persiapan keamanan yang dilakukan oleh aparat untuk perhelatan ini adalah berlebihan, bahkan cenderung represif.
Pendapat tersebut, merujuk pada proses pengamanan yang dilakukan dengan mengerahkan setidaknya 11 satgas pengamanan, yang terdiri dari satgas intelijen dan satgas pemantauan wilayah.
Mereka yang juga melibatkan Kepolisian, Santol PP, hingga TNI, disebut bertugas di setiap pintu masuk pelabuhan menggunakan metal detector dan CCTV. Menurut Fatia, tindakan itu dapat mengganggu aktivitas keseharian warga sekitar.
“Penempatan kepolisian di beberapa tempat juga bahkan menyulitkan akses dan akomodasi warga setempat,” kata Fatia dalam keterangannya, dikutip pada Senin (14/11).
Tak hanya itu, pihaknya pun menyoroti penggunaan metode Face Recognition terhadap warga lokal yang keluar masuk. Mereka seolah dianggap sebagai orang asing dalam momen ini.
Menurut KontraS, penggunaan metode itu dinilai akan melanggar hak privasi dan mengarah pada kriminalisasi. Di beberapa negara, penggunaan alat tersebut seringkali mengidentifikasi dan mengancam keterlibatan masyarakat dalam mengemukakan pendapat secara damai karena dianggap sebagai ancaman ketertiban umum.
“Selain itu, pengamanan berlebihan pada momentum G20 harusnya diiringi dengan sukacita, bukan dengan penuh ketakutan warga sipil,” lanjutnya.
Atas hal itu, KontraS pun mendesak agar pemerintah menghentikan pendekatan keamanan yang berlebihan tersebut. Juga, agar pemerintah turut melibatkan partisipasi masyarakat dalam perhelatan global itu. (AKM/L44)