Karangan, Olahan Rumput Laut Bantul yang Sudah Mulai Langka
Salah satu komoditas andalan Indonesia adalah rumput laut. Tanaman yang satu ini tumbuh subur di perairan Indonesia, tak terkecuali pesisir Bantul, Yogyakarta.
Rumput laut sendiri mengandung beragam nutrisi, seperti karbohidrat, protein, serat, vitamin dan mineral termasuk magnesium, mangan, kalsium, folat, zat besi, yodium, kalium, sodium, dan tembaga, dalam jumlah yang cukup tinggi.
Selain itu, rumput laut juga mengandung antioksidan, vitamin A, C, E, K, kolin dan fosfor meski dalam jumlah sedikit.
Rumput laut bisa diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman. Salah satu olahan dari jenis rumput laut adalah makanan tradisional di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul bernama Karangan. Tidak banyak yang tahu jenis makanan ini, meskipun lahir dan besar di Bantul sekalipun. Apalagi saat ini semakin banyak kuliner kekinian yang menjadi primadona tersendiri di kalangan anak muda.
Makanan lokal Karangan ini sudah mulai langka keberadaannya dan hanya bisa ditemukan di beberapa pasar tradisiona, antara lain di Pasar Turi setiap pasaran Pahing saja, Pasar Celep, dan di Pasar Ngangkruksari yang semuanya berada di Kretek, Bantul.
Rumput laut yang digunakan untuk membuat Karangan, biasanya rumput laut yang menempel di batu-batu karang atau tumbuh di seputaran batu karang. Biota laut ini hanya ramai dijual satu tahun sekali. Suhu permukaan perairan di Indonesia yang dipengaruhi oleh kondisi meteorologis, membuat rumput laut hanya tumbuh mengikuti pola arus musiman.
Adapun cara mengolahnya, Karangan dicuci bersih dan dimasukkan dalam air asam yang telah mendidih. Air asam ini berfungsi untuk mempercepat hancurnya rumput laut. Air asam bisa dibuat dengan air dicampur buah asam, daun buah asam, atau mangga, yang penting airnya mengandung asam.
Untuk 1,5 kilogram rumput laut dimasukkan dalam setengah lebih air asam dalam kuali besar. Memasaknya memang harus menggunakan kuali dari tanah atau gerabah, karena jika menggunakan kuali aluminium tidak akan kuat. Proses memasak rumput laut membutuhkan waktu agak lama, yakni sekitar 3 jam. Selama proses perebusan, rumput laut sambil diaduk-aduk. Tidak lupa diberi pewarna makanan berwarna hijau agar tampilannya lebih menarik.
Setelah air rebusan sudah menyatu dengan rumput laut dan membentuk gel, tahap selanjutnya adalah menuangkan dalam cetakan berupa batok atau tempurung kelapa. Rebusan rumput laut kemudian didiamkan supaya dingin dan semakin mengental. Usai itu Karangan siap dilepaskan dari cetakan dan siap dikonsumsi.
Karangan yang memiliki serat tinggi dan sangat baik untuk pencernaan ini, berasa tawar karena tidak ditambah bumbu apapun. Teksturnya kenyal dan rumput lautnya masih terasa sehingga sedikit kasar atau krenyes. Untuk menyantapnya, biasanya disertai dengan botok mlandingan yang terbuat dari kelapa parut dan biji mlanding atau petai cina. Rasanya cenderung gurih-pedas. Botok ini juga sekaligus untuk menyamarkan aroma khas laut (amis) dari Karangan yang belum hilang meski sudah diproses cukup lama. Selain dengan botok mlanding, Karangan bisa dimakan bersama kethak hitam yang terbuat dari kerak santan dicampur dengan bumbu-bumbu tertentu.
Meski terbuat dari rumput laut yang langka. Kudapan lokal yang satu ini, hanya Rp 500 per biji. Sangat murah meriah dan bisa dinikmati oleh berbagai kalangan. (LH/L44)