HeadlineLensa Terkini

Greenpeace Beberkan Keterbalikan Isi Pidato Jokowi di COP26

Isi pidato Presiden Joko Widodo dalam forum COP26 tentang krisis iklim beberapa waktu lalu, masih menjadi perbincangan di kalangan komunitas peduli lingkungan. Sejumlah point yang dikatakan Jokowi sebagai pencapaian, nyatanya justru tidak demikian. Greenpeace Indonesia kemudian membeberkan ketidaksamaan isi Pidato Jokowi dengan fakta yang terjadi di lapangan.

Jokowi mengatakan bahwa Indonesia berhasil menurunkan laju defortasi menjadi yang terendah dalam 20 tahun terakhir, namun kenyataannya adalah defortasi Indonesia justru meningkat dari yang sebelumnya 2,45 juta ha (2003-2011) kini menjadi 4,8 juta ha (2011-2019). Greenpeace menyebut hal ini dipengaruhi oleh situasi sosial politik dan pandemi yang terjadi di indonesia.

“Deforestasi di masa depan, akan semakin meningkat saat proyek food estate, salah satu proyek PSN dan PEN dijalankan. Akan ada jutaan hektar hutan alam yang akan hilang untuk pengembangan industrialisasi pangan ini.” dikutip dari situs resmi Greenpeace, Rabu (3/11).

Mengenai kebakaran hutan, dalam pidatonya Jokowi mengatakan bahwa kebakaran hutan telah turun 82% di tahun 2020. Namun, Greenpeace mencatat bahwa sejak 2019 hingga 2020 kebakaran hutan dan lahan menyasar pada 296.942 hektar atau sama dengan 4 kali luasnya Jakarta.

Hutan mangrove juga diklaim akan direhabilitas seluas 600.000 hektar sampai 2024, sementara saat ini seluas 1.817.999,93 ha hutan mangrove dalam kondisi rusak. Jadi jika dibandingkan dengan itu, apa yang disebut Jokowi sama sekali tidak menampakkan ambisi yang serius.

Jokowi juga sempat menyinggung ihwal Carbon Market dan Carbon Price, dalam hal ini Greenpeace menolak dengan tegas program tersebut. Menurutnya, dua hal tersebut adalah solusi palsu bagi kondisi iklim.

Leonard Simanjutak, Kepala Greenpeace Indonesia mengatakan bahwa seharusnya Indonesia sebagai bagian dari 20 ekonomi terbesar di dunia dan 10 negara pengemisi terbesar, mampu memberikan komitmennya untuk mencapai karbon netral pada 2050, menggentikan dominasi batubara pada sektor energi, dan tidak bergantung pada perdagangan karbon.

“Presiden Jokowi perlu menyadari bahwa 2 minggu ke depan dalam COP26 Glasgow ini akan sangat menentukan bagi keberlanjutan kemanusiaan kita. Indonesia perlu menunjukkan kepemimpinan yang nyata, melalui perubahan-perubahan fundamental pada sistem ekonominya yang dapat membantu untuk menghindarkan kita semua dari bencana iklim permanen di akhir abad ini,” kata Leonard. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *