Lensa JogjaLensa Terkini

Budidaya Vanili, Si Emas Hijau yang Mulai Berkilau

Pernah jaya di era 70-an, kini warga Padukuhan Sinogo, Pagerharjo, Samigaluh, Kulon Progo kembali membudidayakan Emas Hijau alias Vanili. Harganya yang terus melejit, produktivitasnya pun akan terus ditingkatkan dengan memperluas lahan di empat kapanewon.

‘Emas Hijau Bumi Menoreh’, ungkapan ini pernah berjaya dan disandang para petani Vanili di Kabupaten Kulon Progo pada era 1976 hingga 1977 silam. Saat itu, Vanili menjadi komoditas perkebunan yang dibudidayakan para petani di wilayah ini.

Setiap satu keluarga, rata-rata memiliki hasil panen sebanyak satu kwintal Vanili basah setiap tahunnya. Hasil panen Vanili para petani di Kapanewon Samigaluh ini pun, dikirim ke berbagai negara melalui para tengkulak.

Saat itu, satu kilogram Vanili basah seharga dengan satu gram emas. Beberapa tahun setelahnya, kisah manis tentang melimpahnya Emas Hijau di Perbukitan Menorah kian menghilang akibat serangan penyakit busuk batang, akibat jamur atau parasit yang membuat tanaman mati.

Ingin mengulang kembali masa kejayaan itu, kini Vanili mulai dibudidayakan di Padukuhan Sinogo, Pagerharjo, Samigaluh, Kulon Progo. Bukan tanpa alasan, saat ini Vanili memiliki nilai ekonomi yang cukup menggiurkan. Satu kilogram Vanili kering saat ini bisa dibanderol dengan harga 3-5 juta rupiah per kilogramnya.

Meski terbilang masih baru, namun para petani mulai merasakan dampak ekonomi dari budidaya Vanili ini. Sejak digalakkan mulai tahun 2019, para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Ayem membentuk unit poktan bernama rumah belajar Vanili mbajing. Di daerah ini terdapat sekitar 18 anggota dengan total sekitar 3 ribuan batang pohon Vanili yang ditanam di pekarangan masing-masing warga.

Tak hanya membudidayakan, kelompok tani ini juga mulai melakukan pengolahan pasca panen. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi permainan harga yang biasa dilakukan para tengkulak, yang berdampak pada minimnya hasil yang didapat petani Vanili.

Kini Emas Hijau dari petani Sinogo ini, tak hanya dilirik konsumen dari luar daerah saja, namun sudah merambah pasar luar negeri seperti Jepang hingga Eropa.

Potensi yang cukup menjanjikan ini pun, membuat Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo akan memperluas area tanam Vanili di empat kapanewon, yakni samigaluh, Kalibawang, Girimulyo dan Kokap, yang sama-sama memiliki topografi di perbukitan menorah dengan ketinggian sekitar 400-800 meter di atas permukaan laut.

“Saat ini, Poktan Rube Vanili Mbajing tengah fokus pada upaya pengolahan pasta Vanili yang memiliki nilai jual cukup tinggi. Rp88 ribu per botol berukuran 80 gram, dibanding Vanili kering yang dihargai sekitar Rp2,9 juta hingga Rp3,4 juta per kilogramnya. Sedangkan harga Vanili basah per kilogramnya hanya dibanderol Rp200-300 ribu,” kata Aris Nugraha, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo.

Sejak awal digalakkan, Rube Vanili Mbajing telah mampu menjual sekitar seribu botol pasta berbagai ukuran, dengan omzet mencapai Rp40 juta per tahun. Selain mengandalkan penjualan hasil panen dan bagi hasil produk olahan vanili dari poktan, para petani Vanili juga masih merasakan pendapatan dari penjualan bibit Vanili.

Dari tiga jenis Vanili yang ada, hanya ada dua jenis yang dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi tinggi, yakni Vanilla Planifolia dan Vanilla Tahiti yang memiliki biji atau serbuk hitam di dalam buahnya. Sementara satu spesies lagi yakni Vanilla Pompana tidak dikembangkan petani di daerah ini.

Diharapkan budidaya Vanili yang mulai dikembangkan di Perbukitan Menorah, nantinya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan kejayaan Emas Hijau Bumi Menoreh dapat terulang. (SA/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *